KabarMakassar.com — Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat ada empat kasus pengaduan kekerasan seksual di lembaga pendidikan yang menjadi perhatian khusus sepanjang 2023, salah satunya di Sulawesi.
Hal tersebut dikonfirmasi oleh Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, Senin (08/07).
“Sepanjang 2023 masih terjadi sejumlah kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan, baik pendidikan menengah dan perguruan tinggi. Dari kasus-kasus tersebut 4 di antaranya masuk pengaduan ke Komnas Perempuan dan menjadi perhatian khusus, yaitu kasus kekerasan seksual di sebuah universitas di Sulawesi, Universitas di Jawa Tengah, SMA swasta di Jawa Tengah, dan sebuah pesantren di Jawa Timur,” ujar Siti Aminah Tardi.
Meski tidak menyebut secara rinci. Namun, dari keempat kasus kekerasan seksual tersebut, kata Aminah terdapat pola kekerasan yang sama yaitu adanya relasi kuasa pelaku terhadap korban.
“Karena adanya relasi kuasa yang berlapis baik dari jabatan, pengetahuan, usia maupun gender antara pelaku dan korban, seperti senioritas di kampus, pacar, dan antara mahasiswi dan pejabat di kampus, serta santriwati dan guru ngajinya,” bebernya.
“Para pelaku telah memanfaatkan statusnya sebagai mahasiswa senior, ketua senat Fakultas, dan guru ngaji untuk melakukan pencabulan dan pelecehan seksual. Intimidasi dengan rekaman video dan foto tanpa busana juga menjadi alat ancaman bagi korban untuk terus melakukan perkosaan hingga berulang,” lanjut Aminah.
Dikatakan Aminah, relasi kuasa antara korban dan pelaku sangat berpengaruh dalam merespon kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki jabatan, kedudukan atau status di institusi pendidikan.
“Apalagi pihak kampus tidak memihak kepada korban, bahkan cenderung melakukan intimidasi, ancaman, dan terror dari pelaku, seperti kasus kekerasan seksual di kampus sebuah universitas di Sulawesi, korban yang kondisi tertekan dilarang didampingi dalam persidangan, diserang oleh 7 orang penasehat hukum pelaku, dikatakan perempuan ‘gak benar’ dan tidak waras,” cetusnya.
Selain itu, Aminah mengungkapkan bahwa ada juga yang mendapat ancaman tidak bisa mengikuti ujian karena telah melaporkan masalah tersebut, yang di anggap dapat menyebabkan yayasan sekolah bangkrut.
“Pada hal tersebut berlebihan, mengingat tidak ada bukti-bukti secara hukum bangkrutnya sekolah. Tuduhan tersebut merupakan salah satu bentuk reviktimisasi terhadap korban,” ujarnya.
Sementara itu, dari data resume penanganan kekerasan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) per Februari 2024.
Pada tanggal 17 Oktober 2023, telah diterbitkan Surat Edaran Inspektur Jenderal Nomor 3 Tahun 2023 tentang Pelaporan Penanganan Kasus Kekerasan Seksual oleh Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Seasta (PTS),
Hal ini dalam rangka meminta Ketua Satgas PPKS untuk melaporkan seluruh hasil penanganan kekerasan seksual yang telah dan sedang ditangani sejak Satgas terbentuk pada Oktober 2023 lalu.
Dari 760 Satgas yang sudah terbentuk pada perguruan tinggi, sebanyak 160 atau 21 persen satgas, yang terdiri dari 93 PTN dan 67 PTS, yang sudah melaporkan hasil penanganan kasus kekerasan seksual kepada Inspektorat Jenderal.
“Atas laporan penanganan kekerasan seksual Satgas, terdapat sebanyak 269 kasus yang sedang dalam proses penanganan, dan 354 kasus yang telah dinyatakan selesai,” sebut Aminah.
Selanjut, terdapat 229 sanksi yang telah diputuskan oleh perguruan tinggi, yang terdiri dari 94. Sanksi ringan, 92 sanksi sedang, dan 43 sanksi berat.
“Penjatuhan sanksi tersebut diberikan kepada 134 mahasiswa, 58 dosen, 15 tenaga kependidikan, 2 pejabat,” ujarnya.
Kemudian untuk struktural perguruan tinggi, 12 warga kampus, dan 8 orang masyarakat di luar kampus terlibat sebagai pelaku kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.
“Data yang disajikan pada lamporan ini belum terpilah berdasar gender, disablitas dan yang lain,” ucapnya.
Sementara pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) pada Perguruan Tinggi Negeri sebanyak 125 dan sebanyak 635 dari total 2.294 Perguruan Tinggi Swasta yang telah mendaftar dalam portal ppks.
Berdasarkan data kemendikbudristek, tercatat sejak 2021 sampai Februari 2024, terdapat 248 kasus laporan kekerasan yang terdiri dari 128 Kasus Kekerasan Sesksual, di anataranya 76 kasus di jenjang Perguruan Tinggi, 22 Kasus di jenjang Sekolah Menengah, dan 30 Kasus di jenjang PAUD/Sekolah Dasar.
Selanjutnya, 88 Kasus Perundungan yaitu 18 kasus di jenjang Perguruan Tinggi, 39 Kasus di jenjang Sekolah Menengah, dan 31 Kasus di jenjang PAUD/Sekolah Dasar.
Lalu, 32 Kasus Intoleransi, yaitu 4 kasus di jenjang Perguruan Tinggi, 16 Kasus di jenjang Sekolah Menengah, dan 12 Kasus di jenjang PAUD/Sekolah Dasar.
“Ini yang telah dilakukan intervensi dan penanganan langsung oleh Inspektorat Jenderal. Penanganan dilakukan dengan metode antara lain, pemantauan/fact finding langsung ke lapangan, permintaan data/informasi, telaahan tim Inspektorat Jenderal, dan forum diskusi,” pungkasnya.