KabarMakassar.com — Pada penutupan perdagangan Jumat (5/7) kemarin, nilai tukar rupiah menunjukkan penguatan yang cukup signifikan. Berdasarkan data dari Bloomberg, rupiah di pasar spot menguat sebesar 0,32% dan berada di posisi Rp 16.277 per dolar Amerika Serikat (AS). Sementara itu, menurut Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI), nilai tukar rupiah juga meningkat 0,17% ke level Rp 16.312 per dolar AS.
Fokus pada Data Nonfarm Payrolls (NFP) AS
Para pelaku pasar saat ini sangat menantikan data utama nonfarm payrolls (NFP). Data ini diharapkan dapat memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai arah kebijakan suku bunga Federal Reserve (The Fed). Menurut CME Fedwatch, ada lebih dari 66% kemungkinan bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada bulan September mendatang.
Namun, optimisme ini sedikit teredam oleh sinyal hawkish yang ditunjukkan oleh The Fed. Risalah pertemuan bank sentral pada bulan Juni mengindikasikan bahwa para pembuat kebijakan masih skeptis terhadap penurunan suku bunga dalam waktu dekat.
Pengaruh Data NFP terhadap Kebijakan The Fed
Rilis data NFP juga akan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kondisi pasar tenaga kerja AS, yang menjadi salah satu pertimbangan utama bagi The Fed dalam menetapkan kebijakan suku bunga.
Jika data menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja tetap ketat, maka kemungkinan besar tren kebijakan suku bunga tinggi atau “higher for longer” akan tetap dipertahankan oleh The Fed.
Sebaliknya, jika data menunjukkan pelonggaran di pasar tenaga kerja, hal ini dapat memberikan harapan bahwa The Fed mungkin akan lebih akomodatif terhadap kebijakan suku bunga di masa depan.
Stabilitas Ekonomi dan Cadangan Devisa
Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) menilai bahwa cadangan devisa yang dimiliki saat ini cukup memadai untuk mendukung ketahanan sektor eksternal, menjaga stabilitas makroekonomi, dan memperkuat sistem keuangan.
Dalam rangka memperkuat ketahanan eksternal, BI terus bersinergi dengan pemerintah. Asisten Gubernur BI, Erwin Haryono, menyatakan bahwa kenaikan posisi cadangan devisa tersebut dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah. Hal ini dilakukan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
BI juga menyatakan bahwa peningkatan cadangan devisa ini sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian nasional dan imbal hasil investasi yang menarik.
Besarnya cadangan devisa ini disambut positif oleh para pelaku pasar karena mampu meredam tekanan terhadap rupiah dan menjaga stabilitasnya. Ketika rupiah kembali stabil, hal ini memberikan dampak positif bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Kenaikan cadangan devisa yang dilakukan oleh BI memberikan dampak positif pada IHSG, yang tetap berada di zona hijau pada perdagangan terakhir. Pada pekan pertama semester II-2024, IHSG melompat ke level 7.253,37 setelah menutup perdagangan pekan ini dengan kenaikan 0,45% pada Jumat (5/7). Secara mingguan, IHSG mengakumulasi penguatan 189,79 poin atau melejit 2,69%. Hampir semua indeks menguat di pekan ini, dengan hanya dua indeks yang melemah, yakni infrastruktur yang turun tipis 0,01% dan kesehatan yang merosot 0,57%.
Sektor dengan kenaikan paling tinggi dipimpin oleh sektor industri (6,17%), energi (5,86%), serta transportasi dan logistik (4,96%). Kembalinya capital inflow dari investor asing mengembuskan angin segar bagi IHSG, dengan akumulasi beli bersih (net buy) senilai Rp 2,63 triliun sepanjang pekan ini.
Seiring dengan sejumlah saham big caps yang kembali naik seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), barisan big caps lain turut menguat dan menjadi top leader di pekan ini. Di antaranya PT Bayan Resources Tbk (BYAN), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN), serta duo Barito, PT Barito Pacific Tbk (BRPT) dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN).
Pergerakan IHSG dan Katalis Eksternal
Penguatan IHSG pekan ini sejalan dengan laju mayoritas bursa Asia. Katalis eksternal menjadi pendorongnya, terutama terkait data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang membuka peluang The Fed untuk memangkas suku bunga. Data ekonomi domestik Juni juga membawa katalis penting, dengan tingkat inflasi yang terkendali dan cadangan devisa yang mengalami kenaikan. Selain itu, pergerakan nilai tukar rupiah yang mengalami penguatan turut berkontribusi pada stabilitas pasar.
Statistik Perdagangan
Mengutip RTI, indeks naik 0,45% atau 32,483 poin ke level 7.253,372. Tercatat ada 281 saham yang naik, 269 saham turun, dan 239 saham stagnan. Total volume perdagangan mencapai 17,9 miliar saham dengan nilai transaksi sebesar Rp 9,5 triliun.
Sebanyak delapan indeks sektoral menopang langkah IHSG hari ini, dengan tiga sektor yang mencatatkan kenaikan tertinggi yaitu IDX-Health (1,45%), IDX-Industry (1,37%), dan IDX-Property (0,73%).
#Saham Top Gainers dan Losers
Beberapa saham yang mencatatkan kenaikan tertinggi di antaranya PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) yang naik 3,28% ke Rp 630, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang naik 2,80% ke Rp 6.425, dan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) yang naik 2,50% ke Rp 1.230.
Di sisi lain, saham yang mencatatkan penurunan tertinggi antara lain PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) yang turun 3,70% ke Rp 650, PT Bank Jago Tbk (ARTO) yang turun 3,46% ke Rp 2.230, dan PT Barito Pacific Tbk (BRPT) yang turun 3,17% ke Rp 1.220.
Dengan menguatnya nilai tukar rupiah dan meningkatnya cadangan devisa, IHSG mengalami penguatan yang cukup signifikan.
Meskipun demikian, para investor tetap berhati-hati dan menantikan rilis data tenaga kerja AS untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai arah kebijakan suku bunga The Fed.
Stabilitas ekonomi domestik yang didukung oleh kebijakan BI dan cadangan devisa yang memadai diharapkan dapat terus mendukung pertumbuhan pasar modal Indonesia.