KabarMakassar.com — DPRD Sulawesi Selatan (Sulsel) meminta keseriusan Pemprov Sulsel untuk segera membenahi pengelolaan aset yang menjadi sorotan menyusul temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang kembali menemukan aset yang tidak diurus dengan baik.
Anggota Komisi D DPRD Sulsel, Sri Rahmi, mengungkapkan bahwa BPK dalam beberapa tahun terakhir menemukan aset pemprov tidak diinventarisir sehingga mempengaruhi neraca keuangan pemprov.
“Aset ini menjadi temuan setiap tahunnya. Kenapa kok tidak ada pembenahan, kesannya kan seperti itu (pemberian). Tidak ada kemajuan, seharusnya setiap tahun ada aset yang disertifikatkan,” ungkap Sri Rahmi usai rapat bersama sejumlah OPD di gedung DPRD Sulsel, Makassar, Rabu (26/06).
Meski demikian, Sri Rahmi belum bisa menyebutkan jumlah aset Pemprov Sulsel yang menjadi temuan BPK pada LHP tahun anggaran 2023. Ia menyebut aset-aset itu terdiri dari jalan hingga bangunan sekolah.
“Ada bangunan sekolah, bangunan kantor, ya banyak sekali dan ini kan harta kekayaan provinsi ini harus masuk dalam neraca, kalau diabaikan ya sangat fatal,” ujar legislator Fraksi PKS.
Menurut Sri Rahmi, setiap tahun seharusnya ada aset Pemprov Sulsel yang disertifikatkan agar dicatat dalam neraca keuangan dan dianggap sah sebagai milik pemerintah. Misalnya, jika ada 20 aset yang tidak tersertifikasi tahun lalu, maka tahun ini tersisa sepuluh aset lagi yang belum punya dokumen. Namun hal itu tidak dilakukan oleh Pemprov Sulsel.
“Ini menjadi pertanyaan besar, padahal aset itu harta atau kekayaan yang dimiliki oleh provinsi,” jelasnya.
Untuk itu, Sri Rahmi mendorong Pemprov Sulsel menggandeng pihak ketiga jika memang tidak mampu menata aset. Jika dibiarkan, maka itu menunjukkan tata kelola keuangan yang tidak sehat. Ia juga mengusulkan agar penataan aset Pemprov Sulsel diambil alih oleh sekretariat daerah agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pengelolaannya.
“Saya rasa juga bagus kalau misalnya ini diambil alih oleh sekretariat daerah ya, karena kan ini banyak bertebaran di mana-mana,” tandas Rahmi.
Selain itu, Komisi E DPRD Sulsel juga memberikan perhatian khusus atas temuan anggaran BPK tahun 2023 pada dua OPD, yakni Biro Kesra dan Dinas Pendidikan. Hal ini ditegaskan oleh Wakil Ketua Komisi E, Andi Muhammad Irfan AB, yang menyebut temuan BPK di Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sulsel paling menonjol.
Terdapat kelebihan pembayaran Rp500 juta yang dilakukan terhadap pihak penyedia, yang diminta untuk mengembalikan paling lambat 60 hari ke depan.
“Konsumsi pelaksanaan acara di Masjid 99 Kubah,” ucap Irfan AB, Selasa (25/06).
Jika uang itu tidak dikembalikan, maka konsekuensinya adalah berhubungan dengan aparat penegak hukum (APH).
Selain itu, ditemukan adanya kekeliruan dalam perbaikan sistem Masjid 99 Kubah, seperti kesalahan pembayaran. Selain Kesra, juga dibahas terkait temuan di Dinas Pendidikan Sulsel sebesar Rp600 juta.
“Disdik sudah mengembalikan Rp500 juta. Yang lain, kecil-kecil saja. Semoga bisa segera diselesaikan,” ungkap politikus PAN ini.
Irfan menyampaikan bahwa total temuan BPK di Biro Kesra dan Disdik sebanyak Rp1 miliar lebih dan dia optimis semua bisa dikembalikan.
DPRD Sulsel mengambil sikap BPK RI Perwakilan Sulawesi Selatan yang memberikan predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Pengelolaan Keuangan Anggaran 2023 kepada Pemerintah Provinsi Sulsel pada tahun 2024.
Kepala Dinas Pendidikan Sulsel, Iqbal Nadjamuddin, mengaku bersedia mematuhi perihal apa yang direkomendasikan oleh BPK.
“Terkait ini, sesuai rekomendasi LHP BPK untuk ditindaklanjuti. Dan pihak penyedia dalam pemeriksaan selama BPK melakukan pemeriksaan sudah melaksanakan kewajiban sesuai temuan BPK yakni mengembalikan senilai dana tersebut,” beber Iqbal saat dikonfirmasi KabarMakassar.com, Kamis (27/06).
Kasubag Tata Usaha Biro Kesra Pemprov, Emma Ratna, juga mengonfirmasi bahwa pihak penyedia menyatakan kesanggupan untuk mengembalikan dana tersebut.
Wakil Ketua Komisi A DPRD Sulsel, Arfandi Idris, menyampaikan bahwa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Provinsi Sulsel perlu melihat detail apa saja yang masih menjadi beban, sehingga banyak beban utang perlu menjadi catatan khusus. BPK telah memberikan opini WTP melalui berbagai catatan terhadap pengelolaan keuangan daerah tahun 2023 kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
Beberapa catatan tersebut di antaranya kelebihan perhitungan realisasi belanja tambahan penghasilan pegawai negeri (TPP) pegawai negeri sipil dan calon pegawai negeri sipil, serta tunggakan retribusi daerah. Diketahui, ada beberapa hal yang tidak menjadi temuan BPK, seperti sejumlah proyek mangkrak yang tidak masuk sebagai temuan.
“Berkaitan proyek-proyek manngkrak, ini berbagai proyek tidak menjadi temuan. Proyek mankrak itu bagi saya sudah menjadi temuan mengapa BPK tidak memasukkannya jadi temuan,” katanya.
“Misalnya itu rest area (batas Jeneponto-Bantaeng), kantor penghubung Bali, dan berbagai kegiatan lain yang mangkrak dan itu sudah merugikan negara. Kok tidak menjadi temuan,” tambah Arfandi.
Ia juga menuturkan bahwa banyaknya kegiatan yang sudah diselenggarakan oleh pihak ketiga namun tidak dibayar pada tahun 2023 harus menjadi perhatian BPK. Ia menyayangkan BPK memberi pendapat WTP kepada Pemprov dalam pengelolaan keuangan yang dinilai wajar tanpa mengakuinya, padahal banyak yang mengakuinya.
“Karena ini akan berlanjut, kalau tidak ditemukan, otomatis terkait dengan Silpa 2023,” jelasnya.
“Padahal kalau kegiatan tidak terlaksana sudah otomatis anggarannya menjadi Silpa, paling sedikit Rp500 miliar. Tapi Silpa-nya hanya Rp27 miliar,” tambahnya.
Ia berharap BPK menjadi pintu terakhir dalam pelaksanaan keuangan.