KabarMakassar.com — Pada penutupan perdagangan awal pekan ini, Senin (24/06) kemarin, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berhasil mencatatkan kenaikan sebesar 56 poin atau 0,34%, ditutup menguat tipis pada level Rp16.394 per dolar AS. Sementara, indeks dolar AS (DXY) mengalami penurunan sebesar 0,13% ke level 105,65.
Penutupan nilai tukar rupiah yang menguat tipis seiring dengan rupiah yang melemah saat pembukaan pada pagi hari. rupiah dibuka melemah 20 poin atau 0,12%, berada di level Rp16.470 per dolar AS. Pada saat yang sama, indeks dolar AS sempat naik tipis sebesar 0,06% ke level 105,86.
Mengutip data dari Bloomberg, pada pembukaan perdagangan hari Senin (24/06) kemarin, rupiah berada di level Rp16.451 per dolar AS, sedikit turun dari penutupan sebelumnya di Rp16.450 per dolar AS. Kelemahan rupiah ini didorong oleh data Purchasing Managers’ Index (PMI) AS bulan Juni yang dirilis Jumat (21/06) malam lalu, menunjukkan kondisi bisnis manufaktur dan jasa di AS yang lebih baik dari proyeksi pasar dan masih mengalami pertumbuhan.
Faktor Global dan Pengaruh Terhadap Rupiah
Situasi ini memicu kekhawatiran akan potensi kenaikan inflasi kembali di AS, yang dapat menyebabkan Federal Reserve (The Fed) semakin enggan untuk menurunkan suku bunga acuannya. Hal ini tentu saja akan memperkuat dolar AS terhadap mata uang lainnya, termasuk rupiah.
Selain itu, data ekonomi AS yang lemah baru-baru ini memperkuat spekulasi bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga sebanyak dua kali pada akhir 2024. Di sisi lain, pasar juga terus memantau tanda-tanda intervensi berkelanjutan dari Bank of Japan (BOJ) untuk meningkatkan nilai mata uang yen, mengingat mata uang tersebut berada di posisi terendah dalam 34 tahun pada akhir April.
Prediksi Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah
Dalam prediksi perdagangan awal pekan ini, nilai tukar rupiah diperkirakan akan berfluktuasi dan mungkin ditutup melemah di rentang Rp16.440-Rp16.510, di tengah ketidakpastian arah kebijakan fiskal pemerintah Indonesia. Pasar keuangan sedang menantikan keputusan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk menjaga stabilitas rupiah melalui kekuatan fundamental perekonomian, seperti surplus neraca perdagangan, alih-alih melalui intervensi valuta asing dengan cadangan devisa yang terbatas atau peningkatan suku bunga domestik.
Kurs Rupiah di Bank-Bank Besar
Beberapa bank besar di Indonesia mencatat kurs jual dan beli yang bervariasi. Misalnya, Bank Negara Indonesia (BNI) mematok kurs jual pada Rp16.550 per dolar AS dan kurs beli pada Rp16.370. Di sisi lain, Bank Central Asia (BCA) menetapkan kurs jual di Rp16.435 dan kurs beli di Rp16.416, sedangkan CIMB Niaga menjual dolar AS pada Rp16.456 dan membelinya pada Rp16.447. Bank Rakyat Indonesia (BRI) mencatat kurs jual di Rp16.459 dan kurs beli di Rp16.420, sementara Bank Mandiri menetapkan kurs jual di Rp16.480 dan kurs beli di Rp16.460.
Dampak Ekonomi dan Kebijakan Pemerintah
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa tekanan terhadap rupiah beberapa hari terakhir lebih disebabkan oleh faktor global. Kuatnya perekonomian AS menyebabkan pelaku pasar memperkirakan bahwa The Fed akan sulit menurunkan suku bunga acuan Fed Fund Rate. Selain itu, terdapat perbedaan arah suku bunga negara-negara maju, di mana bank sentral Eropa kini malah menurunkan suku bunga acuannya.
Dari sisi domestik, Sri Mulyani menegaskan bahwa faktor-faktor fundamental perekonomian Indonesia tidak menjadi penyebab lemahnya pergerakan kurs rupiah. Penguatan dolar yang menekan nilai tukar rupiah akan berdampak pada belanja subsidi pemerintah. Beban subsidi yang menggunakan denominasi mata uang asing, seperti listrik dan bahan bakar minyak (BBM), akan meningkat karena sebagian bahan baku diimpor.
Dalam menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, pemerintah masih menggunakan asumsi rupiah di bawah Rp16.000, sehingga akan ada dampak pada anggaran subsidi.
Jika tidak ada perubahan kebijakan, volume subsidi tetap akan ditetapkan sesuai dengan Undang-Undang APBN yang menggunakan penghitungan asumsi kurs saat ini, meskipun terjadi deviasi.
Secara keseluruhan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menunjukkan fluktuasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor global dan domestik. Pemerintah dan Bank Indonesia diharapkan dapat menjaga stabilitas rupiah melalui kekuatan fundamental perekonomian, sementara pelaku pasar terus memantau arah kebijakan fiskal dan ekonomi yang dapat mempengaruhi pergerakan nilai tukar di masa mendatang.