KabarMakassar.com — Tanri Abeng, seorang tokoh penting dalam dunia bisnis dan pemerintahan Indonesia, dilahirkan di sebuah desa di Pulau Selayar, Celebes pada 7 Maret 1942.
Kehidupan awal Tanri diwarnai dengan kesulitan setelah kehilangan kedua orang tuanya pada usia 10 tahun. Ia kemudian dikirim untuk tinggal dengan kerabat di Makassar.
Pendidikan awalnya diselesaikan di Makassar sebelum mengikuti program pertukaran pelajar American Field Service (AFS) ke Amerika Serikat. Sepulangnya ke Indonesia, Tanri melanjutkan studi di Universitas Hasanuddin hingga tingkat 5 sebelum meraih gelar MBA dari Graduate School of Business Administration, University at Buffalo, New York, Amerika Serikat.
Ia juga mengikuti program pelatihan manajemen di Union Carbide, Amerika Serikat, yang membawanya menjadi Manager Keuangan di perusahaan tersebut di Jakarta (1969-1979).
Karier Tanri terus menanjak hingga ia menjadi Direktur PT Union-Carbide Indonesia. Selain itu, ia menjabat sebagai Direktur Agrocarb Indonesia, Direktur Karmi Arafura Fisheries, dan Manager Pemasaran Union Carbide Singapura.
Pada tahun 1979, Tanri Abeng bergabung dengan PT Perusahaan Bir Indonesia, produsen bir asal Belanda, Heineken. Tanpa kemampuan berbahasa Belanda dan tanpa mengonsumsi bir, Tanri diterima sebagai CEO setelah wawancara singkat selama 15 menit.
Ia kemudian mengubah nama perusahaan menjadi Multi Bintang Indonesia, dan pada tahun 1982, perusahaan ini mencatat laba sebesar Rp4 miliar, naik signifikan dari Rp500 juta saat ia bergabung.
Tanri Abeng pindah ke Bakrie & Brothers pada tahun 1991 sebagai CEO, sambil tetap menjabat sebagai ketua non-eksekutif di Multi Bintang Indonesia hingga 1998. Di Bakrie & Brothers, ia melakukan restrukturisasi dengan memfokuskan perusahaan pada tiga industri utama: telekomunikasi, infrastruktur, dan perkebunan.
Di bawah kepemimpinannya, penjualan tahunan perusahaan meningkat dari US$ 50 juta menjadi US$ 700 juta pada akhir tahun 1996. Prestasinya ini membuatnya dijuluki sebagai ‘Manajer Rp1 Miliar’.
Selain perannya di Bakrie & Brothers, Tanri juga menjabat sebagai Direktur di Asia Pacific Brewery, Singapura, Direktur Bata Indonesia, Ketua B.A.T Indonesia, dan Mitratel Indonesia. Ia juga aktif di berbagai organisasi non-pemerintah dan dewan seperti Dewan Pendidikan Nasional, Dewan Riset Nasional, dan Badan Promosi Pariwisata.
Karier politiknya dimulai pada tahun 1991 saat ia duduk di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mewakili Golkar. Pada tahun 1998, Presiden Soeharto menunjuknya sebagai Menteri Negara Pendayagunaan BUMN dalam Kabinet Pembangunan VII, dan ia melanjutkan perannya di Kabinet Reformasi Pembangunan di bawah Presiden B.J. Habibie. Di bidang pendidikan, Tanri mendirikan Universitas Tanri Abeng pada tahun 2011, yang didanainya dari hasil penjualan Hotel Aryaduta di Makassar.
Pada awal tahun 2012, ia menjadi CEO OSO Group, menggantikan pendiri perusahaan tersebut, Oesman Sapta Odang. OSO Group bergerak di berbagai sektor, termasuk pertambangan, perkebunan, transportasi, properti, dan hotel.
Tanri Abeng meninggal dunia pada Minggu, 23 Juni 2024 dini hari pukul 02.36 WIB dalam usia 82 tahun. Jenazahnya disemayamkan di rumah duka di kawasan Simprug Golf, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Ia meninggalkan warisan besar di dunia bisnis dan pemerintahan Indonesia, termasuk kontribusinya di BUMN seperti PT Pertamina Persero, PT Telkom Indonesia, dan PT Bio Farma. Di dunia pendidikan, warisannya tetap hidup melalui Universitas Tanri Abeng.
Dengan dedikasi dan kontribusinya yang luas, Tanri Abeng dikenang sebagai salah satu tokoh penting yang membantu membentuk dunia bisnis dan pemerintahan Indonesia modern.