KabarMakassar.com — Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) Kawal Pemilu Sulawesi Selatan setidaknya memberikan empat catatan menjelang kontestasi Pilkada serentak 2024 yang dihelat 27 Nopember mendatang.
Samsang Syamsir dari OMS Kawal Pemilu Sulsel, menyebutkan ada beberapa poin dalam pelaksanaan Pilkada serentak pasca pemilu 2024, Rabu (14/2) lalu.
Pertama yakni untuk penyelenggara, baik KPU, Bawaslu dan turunannya maupun DKPP. Berkaca pada pelaksanaan pemilu 2024, dimana OMS punya catatan pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara baik yang proses hukum maupun yang tidak.
Dimana menurutnya, suatu penanda bahwa potensi pelanggaran untuk Pilkada serentak nantinya akan tetap ada. Seperti manipulasi hasil perhitungan suara, sikap pasif pengawasan dan tindak lanjut temuan dan laporan pelanggaran dll
Kedua, ucap Samsang, bahwa kontestan dan tim suksesnya juga berpotensi besar melakukan politik transaksional baik ke partai maupun ke pemilih.
“Ketiga, Pemilih. Partisipasi yang dimobilisasi dengan politik uang, terpengaruh kampanye hitam dan konflik antar pendukung, dll,”ungkap Samsang Syamsir kepada kabarmakassar.com, Minggu (23/6).
“Keempat, Netralitas ASN dan pejabat publik dan instrumen negara lainnya yang menyalahgunakan kewenangannya dalam pilkada,”sambungnya.
Dan sejumlah catatan lainnya. Samsang Syamsir berharap, belajar dari pelaksanaan yang tidak berkualitas di Pemilu 2024 lalu, pada Pilkada kali bisa lebih baik.
OMS Kawal Pemilu Sulsel akan tetap mengambil bagian peran di Pilkada nanti sebagai bentuk tanggungjawab sebagai warga masyarakat yang ingin melihat demokrasi kita menjadi baik dari sebelumnya.
Kita memang perlu memasang target agar bisa memacu kerja untuk mencapai target tersebut. Sama halnya dengan target yang ditetapkan KPU Sulsel untuk partisipasi pemilih.
Berdasarkan catatan kabarmakassar.com, pasca pemilu 2024 lalu, ada beberapa fenomena yang cukup dibahas publik salah satunya penghitungan suara ulang atau PSU yang mana Sulsel daerah provinsi yang terbanyak mengusulkan PSU dll.
Namun, lanjut Samsang Syamsir, bahwa perlu kita belajar dari pengalaman yang sudah berkali-kali terjadi untuk bisa menetapkan strategi yang efektif untuk mencapai target tersebut.
Seperti apakah sudah dilakukan evaluasi ilmiah seberapa efektif pendidikan politik yang dilakukan pada kelompok tertentu untuk mengubah perilakunya sebagai pemilih yang baik.
“Kami belum pernah menemukan publikasi evaluasi ilmiah terhadap program dikpol yang dilakukan. Misalnya dengan pembentukan agen, seberapa efektif Relawan demokrasi yang dibentuk di setiap kabupaten pada pilkada sebelumnya,”ujar Samsang Syamsir.
Jika tidak ada evaluasinya, lanjutnya, dimana saat ini akan membuat agen-agen berbasis cafe ataupun berbasis Program KKN kampus, rasanya tidak akan jauh berbeda dengan agen demokrasi sebelumnya, dibentuk dan kurang memberi dampak untuk pemilih.
Apalagi jika tidak dibarengi dengan upaya edukasi, pengawasan dan penegakan hukum bagi peserta Pilkada dan unsur lainnya yang melakukan pelanggaran.
“Perlu diingat juga bahwa angka partisipasi politik bukan semata dipengaruhi oleh dikpol yang dilakukan,”terangnya.
“Tetapi mobilisasi pemilih dengan politik uang adalah hal yang berpengaruh juga. Dan bisa jadi itu pengaruhnya besar terhadap akngka partisipasi pemilih,”tambah Samsang Syamsir.
Selain itu, potensi besar melakukan mobilisasi di tahun politik seperti itu adalah kontestan pilkada beserta timses (pengusaha yang punya kepentingan politis) dan partai pendukungnya.
“Tetapi bagaimanapun kondisinya, kami berharap pelaksanaan Pilkada serentak kali ini bisa terlaksana dengan kualitas yang baik,”tuturnya.
“Ini juga momentum untuk semua pihak terutama penyelenggara untuk membuktikan kerja profesionalnya agar kepercayaan publik bisa tidak semakin menurun,”tandas Samsang Syamsir.
Senada juga dikatakan anggota OMS Kawal Pemilu Sulsel, Aflina Mustafainah. Ia melihat sejauh ini memasuki tahapan Pilkada serentak baik tingkat Pilgub maupun pilkada kabupaten/kota sejatinya sebagai suatu langkah efektif.
Karena menurut dia, tahapan sama-sama dilalui sehingga penyelenggara ditingkatkan yang lebih tinggi dapat berkoordinasi secara komperhensif.
“Dalam penyelenggaraan pilkada UU sudah tersedia juga peraturan di tingkat KPU. Jadi, jika serentak pilkada berjalan, penerjemahan peraturan ini secara praxis dipahami bersama,”kata Aflina kepada kabarmakassar.com.
“Sehingga para penyelenggara dapat menjalankan tahapan yang sama dan waktu yang sama,”tambah Ketua Yayasan Pemerhati Masalah Perempuan (YPMP) Sulsel itu.
Karena itu, ia meminta agar penyelenggara maupun bawaslu bekerjalah secara berintegritas dan bertanggung jawab pada pengukuhan demokrasi Indonesia. Hentikan menjadi lembaga tidak independen di bawah perintah kekuasaan kepala daerah.
Pakailah aturan dan hati nurani bekerja. Bahwa apa yang penyelenggara laksanakan merupakan amanat rakyat Indonesia yang berkonstribusi dengan pajaknya.
Profesional bisa dijalankan oleh siapa saja, asal tidak ada niat mainan suara sesuai permintaan oknum tertentu.
“Kan juknis sangat lengkap. Itu saja yang diikuti bisalah profesional. Tidak perlu menunggu waktu, karena mereka berulang-ulang diberi bimtek,”jelasnya.
“Pelaksana pengawasan dalam hal ini Bawaslu juga hendaknya bekerja keras.
Tidak ada pelanggaran administratif di Makassar yang diproses di Bawaslu. Sependek yang saya baca hanya di Takalar itu dilakukan,”pungkasnya.
Meski demikian, beberapa kasus sengketa maupu pidana pemilu 2024 ditindaklanjuti oleh Bawaslu Sulsel hingga proses putusan hakim seperti terjadi di Kabupaten Bulukumba.
HMNI Sulsel Titip Pesan pada Kandidat
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Himpunan Masyarakat Nelayan Indonesia (HMNI) Provinsi Sulawesi Selatan, Dahlan Gege,menitip pesan bagi seluruh bakal calon pemimpin untuk wajib memperhatikan kesejahteraan masyarakat pesisir dan nelayan.
Dimana Menurut dia, bahwa siapapun yang diusung dan diterpilih Gubernur, Bupati dan Walikota 2024 mendatang, hal ini perlu menjadi perhatian khusus.
“Kita lihat selama ini, pemerintah kurang memperhatikan kesejahteraan masyarakat pesisir, nelayan padahal mereka juga salah satu kelompok anak bangsa atau masyarakat Indonesia yang mempunyai hak sama dengan kelompok masyarakat lainnya,” kata Dahlan Gege, Jumat (21/6).
“Kesejahteraan dalam aspek bagaimana kehidupan mereka, tersediannya pasokan air bersih, bantuan tempat tinggal dan bedah rumah, bantuan alat, listrik yang memadai bagi nelayan dipulau-pulau, keamanan dan termasuk pendidikan dasar yang layak bagi keluarga dan anak-anak nelayan,”ujarnya.
“Termasuk kebutuhan primer makanan. Individu membutuhkan asupan makanan yang cukup dan bergizi untuk mempertahankan kesehatan tubuhnya, pola hidup bersih,” tambahnya.
Ia juga menjelaskan bahwa selama ini alokasi anggaran hanya berpusat pada sektor pertanian, pendidikan saja, sehingga kurang memperhatikan pada aspek kehidupan pesisir nelayan hal ini kurang layak dipandang.
“Sulsel ini terkenal dengan keindahan alam di laut, banyak pulau, hasil laut melimpah, namun minim perhatian kesejahteraan nelayan pesisir hingga pelosok,” tegasnya.
Dengan demikian, pihaknya akan terus berkomitmen hadir sebagai organisasi masyarakat nelayan untuk senantiasa memberikan ruang dan memperjuangkan hak-hak masyarakat nelayan untuk layak hidup setara dengan masyarakat lainnya.
Bawaslu Sulsel Siap Bekerja Profesional
Sementara itu, anggota Komisioner Bawaslu Sulsel Alamsyah menegaskan bahwa jajaran Bawaslu akan terus berupaya bekerj secara profesional sesuai amanah undang-undang.
Disamping itu, Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sulawesi Selatan (Sulsel) meminta jurnalis dan perusahaan pers untuk membantu penyelenggara dalam membedakan jurnalis yang ingin meliput dan tim media bakal calon kepala daerah atau Cakada Pilkada 2024.
Dimana hal itu dikatakan Koordinator Humas Bawaslu Sulsel, Alamsyah pada acara Konsolidasi Media dalam Rangka Penguatan Pemberitaan pada Pengawasan Tahapan Pilkada Serentak 2024 yang digelar Bawaslu RI di Makassar, Kamis (13/6).
Alamsyah menyinggung hal ini karena saat Pemilu 2024 kemarin, ia kerap dihubungi oleh seseorang yang mengaku jurnalis namun belakangan diketahui adalah tim media dari partai maupun tim calon legislatif.
“Maka bantu kami membedakan mana media atau wartawan yang mau meliput, mana tim sukses. Agar kami bisa menjawab pertanyaan secara proporsional. Jangan sampai pernyataan kami juga melabrak kode etik kami sebagai penyelenggara,” ujar Alamsyah saat sesi tanya jawab di puluhan jurnalis.
Koordinator Divisi Data dan Informasi Bawaslu Sulsel tersebut berharap, melalui Konsolidasi Media ini para jurnalis dan pengawas pemilu dapat berkolaborasi mencegah terjadinya kecurangan.
“Tentu kegiatan ini adalah wujud sinergitas kita dalam rangka menegakkan demokrasi pilkada tahun ini di Sulawesi Selatan,” jelas Alamsyah.
Patuhi Kode Etik Jurnalis Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar Didit Hariyadi pada acara ini menekankan para “kuli tinta” untuk berhati-hati dalam mewartakan Pilkada 2024, baik dari sisi calon kepala daerah maupun penyelenggara.
Didit mengingatkan para jurnalis untuk menjunjung tinggi kode etik jurnalis dalam meliput isu pilkada, demi menghindari kasus sengketa pers yang bisa berujung pidana.
“Kenapa di Sulsel banyak media atau jurnalis berkasus pidana dan etik, itu berawal dari pemahaman tentang kode etik, sehingga bisa masuk ke ranah hukum,” tutur Didit.
Selain itu, Didit menekankan pentingnya jurnalis tetap independen menjelang Pilkada Serentak 2024. Independensi ini bermakna jurnalis harus bekerja untuk publik.
“Meskipun di Sulsel tidak dipungkiri banyak media yang dimiliki politisi. Tapi sebisa mungkin pengaruhnya difilter jangan sampai masuk ke ruang redaksi,” tandas Didit.
Sementara, Yakub Pryatama dari Media Indonesia mengajak perusahaan pers menjalankan fungsi pengawasan terhadap penyelenggara pemilu, baik KPU, Bawaslu dan DKPP menjelang Pilkada Serentak 2024.
Ia juga menekankan peran pers dalam mengedukasi masyarakat agar tidak membuat berita hoaks maupun miss-informasi demi menyukseskan Pilkada Serentak 2024.