KabarMakassar.com — Pemerintah Indonesia bersiap untuk mengimplementasikan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan, dengan target penerapan penuh pada 30 Juni 2025. Sistem baru ini akan menggantikan sistem kelas rawat inap yang saat ini dibagi menjadi Kelas 1, 2, dan 3. Perubahan ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024.
Dalam kerangka KRIS, semua peserta BPJS Kesehatan akan menerima kualitas dan fasilitas ruang rawat inap yang seragam, tanpa pemisahan berdasarkan kelas. Pemerintah telah menetapkan 12 kriteria standar yang harus dipenuhi oleh setiap ruang rawat inap, termasuk fasilitas seperti pendingin udara, jumlah maksimal pasien per kamar, dan ketersediaan kamar mandi dalam.
Standar ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap peserta, tanpa memandang latar belakang sosial ekonomi, menerima layanan kesehatan yang layak dan setara.
Namun, perubahan ini menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat tentang potensi perubahan dalam besaran iuran peserta. Dalam Perpres 59 Tahun 2024, dijelaskan bahwa sistem KRIS akan diterapkan secara bertahap, dengan target semua rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan menerapkan sistem ini paling lambat pada 30 Juni 2025. Besaran iuran yang baru akan ditetapkan paling lambat 1 Juli 2025, bersama dengan penentuan tarif dan manfaat peserta.
Selama masa transisi ini, ketentuan iuran masih mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2022. Dalam peraturan ini, skema perhitungan iuran peserta dibagi dalam beberapa kategori, yaitu:
1. Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan : Iuran dibayarkan oleh pemerintah.
2. Peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) di Lembaga Pemerintahan: Iuran sebesar 5% dari gaji atau upah per bulan, dengan 4% dibayarkan oleh pemberi kerja dan 1% oleh peserta.
3. Peserta PPU di BUMN, BUMD, dan Swasta: Iuran sebesar 5% dari gaji atau upah per bulan, dengan 4% dibayarkan oleh pemberi kerja dan 1% oleh peserta.
4. Keluarga Tambahan PPU (anak keempat dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua): Iuran sebesar 1% dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.
5. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Peserta Bukan Pekerja : Iuran dihitung sebagai berikut:
– Rp 42.000 per orang per bulan untuk ruang perawatan Kelas III.
– Rp 100.000 per orang per bulan untuk ruang perawatan Kelas II.
– Rp 150.000 per orang per bulan untuk ruang perawatan Kelas I.
6. Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan ahli waris mereka : Iuran sebesar 5% dari 45% gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 tahun, dibayarkan oleh pemerintah.
Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Tidak ada denda keterlambatan sejak 1 Juli 2016, kecuali jika dalam 45 hari setelah status kepesertaan diaktifkan kembali, peserta memerlukan pelayanan rawat inap. Denda sebesar 5% dari biaya diagnosa awal, dengan jumlah bulan tertunggak maksimal 12 bulan dan denda tertinggi Rp 30 juta.
Tujuan utama dari Perpres ini adalah untuk menjamin bahwa semua peserta BPJS Kesehatan mendapatkan perlakuan yang setara. Implementasi KRIS bertujuan untuk memperbaiki layanan dan keselamatan pasien, serta mengurangi disparitas fasilitas antar kelas rawat inap.
Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Agus Suprapto, mengungkapkan bahwa pihaknya telah membentuk kelompok kerja (Pokja) bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan BPJS Kesehatan untuk memastikan penerapan KRIS berjalan sesuai rencana. Pokja ini diharapkan dapat mengatasi berbagai tantangan dalam implementasi sistem baru ini.
Agus menekankan bahwa salah satu tujuan utama penerapan KRIS adalah untuk mencapai keadilan sosial dalam prinsip Jaminan Kesehatan Nasional. Proses implementasi KRIS akan terus dipantau untuk memastikan bahwa sistem baru ini dapat memberikan manfaat yang optimal bagi seluruh peserta BPJS Kesehatan.
Selama ini, perbedaan kualitas layanan rawat inap berdasarkan kelas telah menjadi isu krusial. Di banyak rumah sakit, ruang rawat inap kelas 3 seringkali diisi oleh banyak pasien dalam satu kamar, dengan fasilitas yang kurang memadai.
Sebaliknya, ruang kelas 1 biasanya menawarkan lebih banyak kenyamanan dengan jumlah pasien yang lebih sedikit per kamar dan fasilitas yang lebih baik. Dengan KRIS, pemerintah berupaya menghilangkan ketimpangan ini sehingga setiap pasien mendapatkan layanan yang layak.
Implementasi KRIS juga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi layanan kesehatan. Dengan standar yang jelas dan seragam, diharapkan akan ada peningkatan dalam manajemen rumah sakit, sehingga pasien dapat menerima perawatan yang lebih baik dan lebih cepat. Selain itu, fasilitas kesehatan juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas infrastruktur dan layanan mereka untuk memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Berikut 12 Komponen KRIS yang nantinya bakal diterapkan ;
1. Komponen bangunan yang digunakan tidak boleh memiliki tingkat porositas yang tinggi;
2.Ventilasi udara;
3.Pencahayaan ruangan;
4.Kelengkapan tempat tidur;
5.Nakas per tempat tidur;
6.Temperatur ruangan;
7.Ruang rawat dibagi berdasarkan jenis kelamin, anak atau dewasa, serta penyakit infeksi atau noninfeksi
8.Kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat tidur;
9.Tirai/partisi antar tempat tidur;
10.Kamar mandi dalam ruangan rawat inap;
11.Kamar mandi memenuhi standar aksesibilitas; dan
12.Outlet oksigen.
Sebelum penerapan penuh, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan akan terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan pemangku kepentingan terkait. Hal ini penting agar semua pihak memahami perubahan yang akan terjadi dan dapat mempersiapkan diri dengan baik.
Masyarakat diharapkan dapat memberikan masukan dan feedback selama masa transisi ini, sehingga sistem yang diterapkan nantinya benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.
Dalam konteks yang lebih luas, penerapan KRIS merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Dengan adanya standar yang jelas dan seragam, diharapkan akan tercipta sistem kesehatan yang lebih adil dan merata.
Semua peserta BPJS Kesehatan, tanpa memandang latar belakang ekonomi, berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan bermutu.
Pemerintah juga berkomitmen untuk terus memantau dan mengevaluasi implementasi KRIS. Feedback dari masyarakat dan tenaga medis akan sangat penting untuk melakukan penyesuaian dan perbaikan yang diperlukan.
Pada akhirnya, tujuan utama dari penerapan KRIS adalah untuk memberikan layanan kesehatan yang lebih baik dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Dengan adanya KRIS, diharapkan akan tercipta sebuah sistem kesehatan yang lebih adil, merata, dan berkualitas, dimana setiap warga negara mendapatkan hak yang sama dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.
Pemerintah berkomitmen untuk terus berupaya memberikan yang terbaik bagi masyarakat dalam hal pelayanan kesehatan, dan KRIS merupakan salah satu langkah penting dalam mewujudkan visi tersebut.