KabarMakassar.com — Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) menolak adanya Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).
“Tidak ada pembicaraan soal penawaran pemerintah dalam pengelolaan tambang dengan PMKRI selama ini,” ujar Ketua Presidium PP PMKRI, Tri Natalia Urada dalam keterangan tertulisnya, Rabu (5/6).
Bahkan menurutnya, jikalaupun ada penawaran untuk mendapatkan jatah WIUPK tersebut, katanya PMKRI pasti akan menolak tawaran tersebut.
Pertimbangan paling mendasar, kata Natilia adalah tidak ingin mencederai independensi PMKRI sebagai organisasi kemahasiswaan.
“Berbagai persoalan yang diakibatkan oleh operasi industri pertambangan akan terus kami sikapi dan kritisi,” tegasnya.
Ia menambahkan, jika merujuk pada pasal 75 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, WIUPK diberikan kepada BUMN dan BUMD atau Badan Usaha Swasta mendapat prioritas dilaksanakan dengan cara lelang WIUPK.
“Kita bisa melihat bahwa terjadi ketimpangan dan atau tumpang tindih antara UU Minerba dan PP Nomor 25 Tahun 2024. Selain itu, juga berpotensi menimbulkan konflik yang lebih besar dikemudian hari,” sambungnya.
Lebih lanjut, Tri Natalia mengaku bahwa operasi ini berdampak pada kerusakan lingkungan yang panjang dan belum dipulihkan.
Menurutnya, atas nama kemajuan ekonomi, pembukaan lahan skala besar justru mencemari air, udara dan laut berdampak pada terganggunya kesehatan manusia, kerusakan pangan lokal, terutama sekitar tapak tambang.
“Jadi jika PMKRI turut terlibat dalam urusan tambang, sama halnya kami melestarikan persoalan-persoalan yang ada dan akan sangat paradoks dengan kerja-kerja yang kami lakukan selama ini, yaitu menjaga kedaulatan lingkungan,” ungkapnya.
Natila menilai bahwa rencana ini juga akan berisiko menimbulkan konflik agraria baru dengan masyarakat dan mempertajam ketimpangan sosial.