kabarbursa.com
kabarbursa.com

Mengenal Kain Roto Khas Rongkong Luwu Utara

Mengenal Kain Roto Khas Rongkong Luwu Utara
(Foto : Dok. Andini KabarMakassar).
banner 468x60

KabarMakassar.com — Suku Rongkong merupakan salah satu etnis yang mendiami wilayah pegunungan sebelah utara di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan.

Etnis Rongkong memiliki berbagai warisan budaya yang beragam mulai dari nyanyian, tarian hingga pakaian khas.

Pemprov Sulsel

Salah satu warisan yang cukup legendaris yakni Kain Roto.

Tomakaka Limbong, Hj Wadjallangi saat ditemui mengatakan Kain Roto adalah warisan Etnis Masyarakat Rongkong yang masih ada hingga kini.

Kain ini dihasilkan dari kain putih polos yang kemudian diberi motif menggunakan teknik ikat celup dengan pewarna bahan alami dari dedaunan ataupun akar tumbuhan.

“Kain Roto ini adalah kain yang melalui proses pemberian motif dengan teknik ikat celup dan bahan alami”, ungkapnya saat diwawancarai pada Senin (20/05) lalu.

Lebih jauh ia menjelaskan para leluhur dulunya mengolah kulit kayu untuk dijadikan pakaian maupun selimut.

Namun, karena pakaian dari kulit kayu tidak bisa dibersihkan atau dicuci akhirnya para leluhur menemukan kapas yang kemudian diolah sedemikian rupa menjadi pakaian.

Meski begitu, pakaian yang dihasilkan tidak memiliki warna selain putih sehingga membuat kulit tampak dari luar atau transparan.

Para leluhur akhirnya mencoba menemukan cara untuk memberikan warna atau motif pada pakaian.

Leluhur kemudian memanfaatkan alam sekitar seperti daun jati dan akar mengkudu menjadi pewarna alami.

“Jadi dulunya memang pada leluhur membuat baju dari kulit kayu sampai akhirnya mereka menemukan kapas tapi yang dihasilkan berwarna putih jadi leluhur kita mencoba cara bagaimana memberi warna pada kain waktu itu”, sambungnya

Ia menjelaskan bahwa teknik ikat celup pada Kain Roto dilakukan dengan proses mengikat dan menutupi daerah tertentu pada kain yang ingin diberi warna.

Proses pengikatan dan penutupan kain yang diberi motif dulunya menggunakan serat batang pisang namun saat ini dapat memakai tali rafia.

Selanjutnya, proses perendaman pada pewarna alami tidak membutuhkan waktu yang lama lalu kain diangin-anginkan dan untuk warna yang lebih tua dapat mengulangi proses perendaman sesuai dengan ketebalan warna yang diinginkan.

“Jadi pemberian warnanya muda atau tua itu tergantung berapa kali dicelup, kalau mau warnanya lebih tua yah diulang-ulang untuk dicelup ke pewarna yang disiapkan”, pungkasnya

Adapun untuk bahan pewarna alami kata Tomaka Limbong menggunakan dedaunan atau akar yang menghasilkan warna pekat seperti daun jati, akar mengkudu, buah pinang dan lainnya.

Kain Roto ini pun sudah banyak dijual hingga keluar daerah dengan harga yang cukup terjangkau, namun mengingat proses pembuatannya yang lumayan rumit maka harganya lebih tinggi dibandingkan kain produksi pabrik dan pewarna tekstil.