KabarMakassar.com — Pada awal perdagangan hari ini, Senin (20/5) harga minyak dunia mengalami kenaikan menyusul berita kecelakaan helikopter yang membawa Presiden Iran, Ebrahim Raisi.
Insiden tersebut terjadi saat helikopter terbang melintasi daerah pegunungan berkabut tebal pada Minggu sore, waktu setempat.
Menurut data Refinitiv pada Senin (20/5) pukul 09.38 WIB, harga acuan minyak mentah Brent naik 0,3% menjadi US$84,24 per barel. Sementara itu, minyak West Texas Intermediate (WTI) meningkat 0,2% menjadi US$80,21 per barel.
Helikopter yang membawa Presiden Raisi jatuh pada Minggu (19/5) kemarin. Nasib Presiden Raisi dan Menteri Luar Negeri Hossein Amirabdollahian pun masih belum pasti. Meskipun terdapat ketidakpastian ini, harga minyak hanya menunjukkan pergerakan kecil.
Diketahui Pasar minyak sebagian besar masih terikat tanpa adanya katalis baru. Kondisi saat ini dinilai harus menunggu kejelasan seputar kebijakan produksi OPEC+ untuk keluar dari kisaran kenaikan ini.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, dikenal sebagai OPEC+, dijadwalkan akan mengadakan pertemuan pada 1 Juni 2024.
Pasar juga tampak semakin kebal terhadap perkembangan geopolitik, kemungkinan karena besarnya kapasitas cadangan yang dimiliki OPEC.
Pemerintah AS memanfaatkan penurunan harga minyak baru-baru ini dengan membeli 3,3 juta barel minyak seharga US$79,38 per barel untuk mengisi kembali Cadangan Minyak Strategis setelah penjualan besar-besaran pada 2022.
Selain itu, inflasi yang mereda di AS juga meningkatkan ekspektasi penurunan suku bunga, yang dapat menurunkan nilai dolar dan membuat harga minyak lebih terjangkau bagi pemegang mata uang lainnya.
Analis pasar Reuters untuk komoditas dan teknikal energi,
Wang Tao, menyatakan bahwa secara teknikal harga minyak Brent berpotensi menguji area resistensi di US$84,31 hingga US$84,40 per barel. Jika menembus di atas area tersebut, harga dapat naik ke kisaran US$84,95 hingga US$85,88.
Sementara itu, support terdekat berada di US$83,89 per barel. Jika terjadi penurunan di bawah level tersebut, harga minyak berpotensi turun ke kisaran US$82,51 hingga US$83,44 per barel.