KabarMakassar.com — Pengamat Ekonomi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (Uinam), Murtiadi Awaluddin, mengatakan kondisi penguatan rupiah saat ini dipicu oleh data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang di bawah ekspektasi.
Data terbaru menunjukkan perlambatan pertumbuhan pekerjaan di AS pada bulan April 2024, dengan penambahan pekerjaan baru yang jauh di bawah perkiraan pasar. Selain itu, penurunan nilai indeks dolar AS dan obligasi pemerintah AS juga turut memperkuat rupiah.
“Data pekerjaan pada April 2024 tumbuh melambat jauh di bawah ekspektasi pasar yaitu 175.000 padahal sebelumnya 315.000 penambahan pekerjaan baru. Selain itu diperkuat oleh penurunan index dollar AS dan obligasi pemerintah AS,” katanya.
Lebih lanjut, Murtiadi menyebut faktor internal juga turut mendukung penguatan rupiah, seperti situasi politik pasca-pemilihan umum yang mulai menyejukkan dan berkurangnya kebutuhan dolar AS untuk impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dan pangan, serta repatriasi dividen yang menurun.
Namun, Awaluddin menekankan penguatan rupiah bisa terkoreksi jika tidak diimbangi dengan stabilitas fundamental ekonomi Indonesia.
“Prediksi sementara menunjukkan bahwa rupiah mungkin akan terkoreksi hingga mencapai level 16.000 terhadap dolar AS, namun jika turun di bawah 15.980, maka kemungkinan rupiah akan kembali ke posisi sebelumnya, yakni sekitar 15.600 dalam jangka panjang,” tutupnya.