KabarMakassar.com — Hari Jumat yang disebut juga sayyidul ayyam atau penghulu hari, terdapat banyak keistimewaan di dalamnya. Salah satunya adalah adanya shalat Jumat yang termasuk ibadah yang wajib dilakukan oleh setiap muslim mukalaf, atau yang dikenal fardhu ain.
Di antara dalil tentang shalat Jumat yaitu hadits riwayat Abul Ja’di ad-Dhamri. Rasulullah saw bersabda:
“Siapa pun yang meninggalkan shalat Jumat tiga kali karena meremehkannya, maka Allah ta’âlâ akan mengecap (menutup) hatinya, sehingga tak mampu menerima hidayah.”(HR Ahmad dan al-Hakim. Hadits Hasan).
Berikut keutamaan shalat Jumat beserta tata cara dan syaratnya yang dilansir dari berbagai sumber:
Keutamaan Shalat Jumat
1. Pahala besar bagi yang datang awal ke masjid
Diriwayatkan dari Aus bin Aus r.a, berkata: “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa mandi pada hari Jumat, berangkat lebih awal (ke masjid), berjalan kaki dan tidak berkendaraan, mendekat kepada imam dan mendengarkan khutbahnya, dan tidak berbuat lagha (sia-sia), maka dari setiap langkah yang ditempuhnya dia akan mendapatkan pahala puasa dan qiyamulail setahun.” (HR. Abu Dawud no. 1077, al-Nasai no. 1364 Ahmad no. 15585).
2. Amalan yang dicatat malaikat
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, Nabi SAW bersabda:
“Jika tiba hari Jumat, maka para Malaikat berdiri di pintu-pintu masjid, lalu mereka mencatat orang yang datang lebih awal sebagai yang awal. Perumpamaan orang yang datang paling awal untuk melaksanakan shalat Jumat adalah seperti orang yang berkurban unta, kemudian yang berikutnya seperti orang yang berkurban sapi, dan yang berikutnya seperti orang yang berkurban kambing, yang berikutnya lagi seperti orang yang berkurban ayam, kemudian yang berikutnya seperti orang yang berkurban telur. Maka apabila imam sudah muncul dan duduk di atas mimbar, mereka menutup buku catatan mereka dan duduk mendengarkan dzikir (khutbah).” (HR. Ahmad dalam Musnadnya no. 10164)
3. Diampuni dosa di antara dua Jumat
Diriwayatkan dari Salman r.a, Rasulullah SAW bersabda:
“Tidaklah seseorang mandi pada hari Jum’at dan bersuci semampunya, berminyak dengan minyaknya atau mengoleskan minyak wangi yang di rumahnya, kemucian keluar (menuju masjid), dan dia tidak memisahkan dua orang (yang sedang duduk berdampingan), kemudian dia mendirikan shalat sesuai dengan tuntunannya, lalu diam mendengarkan khutbah dengan seksama ketika imam berkhutbah, melainkan akan diampuni (dosa-dosanya yang terjadi) antara Jum’at tersebut dan Jum’at berikutnya.” (HR. Bukhari dalam Shahih-nya, no. 859)
4. Pahala mendengarkan khutbah
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah SAW bersabda:
“Jika engkau berkata pada temanmu pada hari Jum’at, “diamlah!” sewaktu imam berkhutbah, berarti kamu telah berbuat sia-sia.” (Muttafaq ‘Alaih, lafadz milik Al-Bukhari dalam Shahihnya no. 859)
Dalam riwayat Ahmad, dari lbnu ‘Abbas r.a, Rasulullah SAW bersabda:
“Siapa yang berbicara pada hari Jumat, padahal imam sedang berkhutbah, maka dia seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Dan orang berkata kepada (saudara)-nya, “diamlah!”, tidak ada Jumat baginya.” (HR. Ahmad).
Niat Shalat Jumat
أُصَلِّي فَرْضَ الْجُمْعَةِ مَأْمُومًا لِلهِ تَعَالَى
Ushallî fardha jumu’ati ma’mûman lillâhi ta’âlâ.
Artinya: Saya shalat Jumat sebagai makmum karena Allah ta’âlâ.
Jika sebagai imam, maka niatnya:
أُصَلِّي فَرْضَ الْجُمْعَةِ إِمَامًا لِلهِ تَعَالَى
Ushallî fardhal jumu’ati imâmal lillahi ta’âlâ.
Artinya: Saya shalat Jumat sebagai imam karena Allah ta’âlâ.
Waktu Pelaksana Shalat Jumat
Pelaksanaan shalat Jumat sama persis dengan shalat Dhuhur, yaitu sejak tergelincirnya matahari sampai bayangan suatu benda menjadi sepanjang bendanya.
Namun, ada beberapa ketentuan yang penting dicatat di sini. Di antaranya, ketika waktu tidak cukup untuk melakukan dua rakaat dan dua khutbah, atau sekadar ragu bahwa waktunya tidak cukup, maka harus disempurnakan menjadi shalat Dhuhur.
Demikian juga saat waktu Dhuhur benar-benar diyakini telah usai, atau sekadar menduga kuat saja bahwa telah usai, maka wajib menyempurnakannya menjadi shalat Dhuhur.
Syarat wajib Jumat ada tujuh, yaitu:
1. Beragama Islam.
2. Baligh, mencapai usia 15 tahun, atau telah mengalami ihtilâm (mimpi basah).
3. Berakal sehat.
4. Merdeka, syarat ini hanya berlaku di masa ada perbudakan dahulu.
5. Laki-laki.
6. Sehat.
6. Bermukim.