KabarMakassar.com — Pj Gubernur Sulawesi Selatan Bahtiar Baharuddin menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat menyusul Mahkamah Konstitusi menyebutkan salah satu dari sejumlah penjabat kepala daerah yang tidak netral pada pelaksanaan Pilpres 2024, Rabu (14/2) lalu.
Menurut Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan politik Universitas Hasanuddin Makassar, Prof Sukri Tamma menyebut bahwa dari hakim agung MK yang disetting opinion memang ada ketidaknetralan oknum aparat yakni Penjabat Gubernur termasuk Sulawesi Selatan.
Artinya secara hukum tidak bisa dibuktikan para Pj Gubernur tidak netral. Tetapi kemudian bahwa bukti-bukti yang disampaikan oleh hakim MK dimana hasil pemeriksaan Bawaslu. Hal ini menjadi catatan bagi Pj Gubernur Sulsel Bachtiar Baharuddin.
Diketahui hasil sentting opinion itu adalah pendapat berbeda dari mayoritas atau pendapat hakim yang berbeda dalam suatu putusan.
Mulai dari fakta hukum, pertimbangan hukum, sampai amar putusannya berbeda. Pendapat berbeda hakim tersebut wajib dimuat dalam putusan.
Namun, kata Prof Sukri bahwa barangkali secara politik itu bisa jadi rasional adanya kemungkinan asumsi atau indikasi pelanggaran tersebut dengan memungkinkan aspek-aspek lain. Yang kemudian dikaitkan dengan dugaan ketidaknetralan termasuk Pj Gubernur Sulsel.
“Sayangnya 5 hakim MK disebutkan tidak terbukti atau sebuah pelanggaran yang mengarah kepada pejabat kepala daerah tersebut. Yang mana mengatakan tidak adanya bukti kuat meskipun tiga hakim mengatakan ada pelanggaran sehingga hal menjadi hal permasalahan,”ucap Prof Sukri kepada kabarmakassar.com, Selasa (23/4).
Sedang dua hakim lainnya merujuk pada bukti-bukti yang sama. Hal ini menjadi catatan bagi para pejabat kepala daerah yang tentu saja bahwa ada peluang yang besar yang kemudian bersikap tidak netral meskipun dalam konteks hukum tidak terbukti.
“Jadi karena untuk perspektif hukum sulit dibuktikan namun dalam pandangan politik ketidaknetralan aparat pemerintah adalah sesuatu yang sulit untuk dipungkiri”ujarnya.
“Dan justru salah satu catatan untuk perbaikan proses demokrasi adlaah menindaklanjuti adanya Pj kepala daerah yang tidak netral yang sangat mungkin akan terjadi di pilkada,”tambah Prof Sukri.
Mantan Ketua KPU Sulsel Faisal Amir ikut menanggapi pasca putusan MK soal poin keputusan yang menyebutkan Pj Gubernur Sulsel tidak netral dalam proses Pilpres 2024.
Menurutnya, bahwa kondisi itu menjadi preseden buruk dalam perkembangan demokrasi kita jika terjadi politisasi birokrasi.
“Dimana terdapat Pj Kepala Daerah yang tidak netral karena sejatinya kepala daerah adalah pengayom semua pihak di daerah termasuk dalam perhelatan politik,”kata Faisal Amir mantan Ketua KPU Kabupaten Takalar itu.
Hal sendaja juga dikatakan Direktur Lembaga Riset Nurani Strategic Nurmal Idrus. Ia berpendapat bahwa hakim MK tak bisa menilai ketidaknetralan mereka karena itu tugas Bawaslu.
“Saya justru mempertanyakan kemampuan Bawaslu dalam menyelesaikan persoalan dugaan ketidaknetralan itu,”tuturnya.
“Hal itu juga ditanyakan MK sendiri terkait kemampuan Bawaslu dalam menyelesaikan persoalan ketidaknetralan itu,” sambung Nurmal Idrus.
Sementara itu, Anggota Bawaslu Sulsel Alamsyah mengatakan bahwa pihaknya menghormati apapun itu putusan konstitusioanl oleh MK.
“Bawaslu Sulsel menghormati dan menjunjung tinggi apapun keputusan MK,” singkat Alamsyah.
Sementara itu, dalam sidang putusan MK terkait sengketa Pilpres 2024 terdapat hal menarik yang menjadi perhatian. Dimana, Penjabat atau Pelaksana Jabatan (Pj) Gubernur di beberapa wilayah di Indonesia diduga tidak netral selama berlangsungnya Pilpres 2024.
Hal ini diungkapkan oleh Hakim MK, Saldi Isra, yang menyebut bahwa ada sejumlah Pj Gubernur yang memanfaatkan jabatannya untuk mendukung salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden. Pemprov Sulsel Berikut adalah daftar lengkap Pj gubernur yang dianggap tidak netral:
1. Sumatera Utara: Pj Gubernur Hassanudin
2. DKI Jakarta: Pj Gubernur Heru Budi Hartono
3. Jawa Tengah: Pj Gubernur Nana Sudjana Banten: Pj Gubernur Al Muktabar
4. Kalimantan Barat: Pj Gubernur Harisson
5. Sulawesi Selatan: Pj Gubernur Bahtiar Baharuddin
Menurut Saldi Isra, ketidaknetralan mereka terungkap setelah membaca keterangan dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) serta fakta yang terungkap dalam persidangan. Alat bukti juga dipelajari secara seksama oleh Saldi.
“Berdasarkan penelitian, saya menemukan adanya masalah netralitas Pj, kepala daerah, dan pengerahan kepala desa yang terjadi di beberapa wilayah, antara lain Sumatera Utara, Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan,” ujarnya dalam sidang putusan di Gedung MK, Senin (22/4).