KabarMakassar.com — Di era digital seperti saat ini, tentu peluang menghasilkan uang secara mudah semakin luas. Namun, apakah aplikasi-aplikasi yang membuahkan koin atau uang itu penghasilan yang halal?
Semakin canggih tentu ada banyak inovasi aplikasi baru yang menjanjikan penghasilan atau pendapatan bagi pembacanya. Tentu hal ini menjadi sebuah peluang bagi para pengguna handphone. Apalagi setelah melewati Pandemi Covid-19 banyak hal dan sudut pandang masyarakat yang berubah dalam mencari pekerjaan dan penghasilan.
Sebenarnya kehadiran aplikasi semacam sudah lama hadir di dunia maya. Mereka menawarkan koin atau poin yang bisa dirupiahkan setelah mencapai kuota tertentu yang disyaratkan.
Melansir dari situs resmi NU Online, ada banyak ragam aplikasi yang ditawarkan. Ada yang berbasis berita, game, atau bentuk lainnya.
Jika aplikasi itu barangkali tidak ada masalah sebabnya, perizinan, kerjasama dan akad pemasarannya jelas. Maka bisa jadi alasannya perizinan itu tadi halal.
Apakah dengan menjalankan aplikasi-aplikasi di atas, kemudian mendapatkan koin yang pada akhirnya bisa dirupiahkan itu sebagai pendapatan yang halal?
Jika kita menelusuri dari pola pemberian koin beberapa aplikasi di atas, terlepas dari apakah sumber keuangan mereka halal atau tidak, maka dalam hemat penulis, pendapatan yang diraih oleh pengguna adalah pendapatan dari akad ju’alah (sayembara). Sebab, berdasarkan penjelasan yang di turut sertakan pihak developer di playstore sebagai contoh mereka membayar pembaca setelah membaca mendapatkan poin yang disyaratkan. Misalnya setelah 15 detik, mereka mendapatkan Rp 1000. Jika saldo koin sudah terkumpul sebanyak Rp 500.000, maka koin itu baru bisa dirupiahkan.
Bisa juga adanya ketentuan bonus yang dijanjikan bila memberikan referral kepada pengguna lain, sehingga pengguna itu menginstall aplikasi tersebut pada handphonenya. Bonus referral itu diberikan pihak developer secara langsung ke akun pemberi referral.
Jadi bisa dikatakan tidak ada sepeserpun kerugian pihak yang diberi referral sehingga itu mutlak merupakan bonus dari developer. Oleh karenanya, bonus referral ini juga dipandang sah secara syara’(sesuai ketentuan Allah).
Menimbang akad tersebut, maka jelas sudah bahwa akad yang berlaku antara pihak developer dan penggunanya adalah akad ju’alah, sebab dalam ju’alah berlaku ketentuan sebagai berikut:
وَيشْتَرط فِي الْجعل أَن يكون مَعْلُوما لِأَنَّهُ عوض فَلَا بُد من الْعلم بِهِ كالأجرة فِي الْإِجَارَة
Artinya, “Disyaratkan dalam ja’lu (poin/koin/bonus) sesuatu diketahui (sesuatu yang jelas), karena ja’lu (poin) merupakan upah (‘iwadh), maka dari itu wajib diketahui oleh peserta sayembara sebagaimana ujrah yang wajib diketahui pada akad ijarah (oleh penyewa),” (Taqiyuddin Al-Hushni, Kifayatul Akhyar, halaman 298).
Karena pendapatan pengguna aplikasi (ja’lu) adalah didasarkan pada pekerjaan mengakses / membaca lewat aplikasi yang tersedia, serta tidak berhubungan dengan kontrak berbasis waktu, maka itu yang menjadi pembedanya untuk tidak memasukkan akad di atas sebagai akad ijarah (kegiatan sewa menyewa antara dua belah pihak, penyewa dan penerima barang atau jasa dengan nominal yang telah ditetapkan).
Dengan merujuk pada keterangan Syekh Taqiyuddin Al-Hushni dalam Kifayatul Akhyar bahwa akad ju’alah merupakan akad jaizah (boleh) dalam hukum Islam, maka tanpa syak wasangka lagi, penghasilan yang didapat dari mengakses aplikasi di atas adalah halal bagi penggunanya sebab tidak ada unsur gharar (menipu), ghabn (curang), riba, maysir (spekulatif), atau menjual barang haram yang bukan menjadi hak intelektual miliknya secara tidak sah.
Jika hal ini terjadi, maka ketiadaan izin pemilik hak terhadap developer menjadikan pendapatan developer itu tidak sah sehingga berujung pada haram, sebab ada perilaku ghashab di sana, atau pencurian hak kekayaan intelektual pihak lain untuk memperkaya diri sendiri. Wallahu a’lam bis shawab.