KabarMakassar.com — Itikaf berarti tetap atau menetap pada suatu tempat. Sedangkan secara istilah berarti berdiam di masjid yang dilakukan oleh orang tertentu dengan niat khusus.
Sedangkan dalam hukum islam itikaf adalah sunnah muakkad dan dianjurkan untuk dilakukan setiap bulan suci ramadan, bahkan selain bulan ramadan.
Namun, tepat pada 10 malam terakhir bulan ramadan akan jauh lebih utama daripada malam lainnya. Pasalnya dalam hal tersebut akan mencari malam lailatul qadr.
Adapun, rukun dan syarat Itikaf sebagaimana yang kutip dari laman NU Online adalah:
Rukun i’tikaf terdiri dari:
(1) Niat itikaf, baik itikaf sunnah atau itikaf nazar. Bila seorang muslim bernazar akan melakukan itikaf, maka baginya wajib melaksanakan nadzar tersebut dan niatnya adalah niat itikaf untuk menunaikan nazarnya.
(2) Berdiam diri dalam masjid, sebentar atau lama sesuai dengan keinginan orang yang beri’tikaf atau mu’takif. Itikaf di masjid bisa dilakukan pada malam hari ataupun pada siang hari.
Syarat i’tikaf terdiri dari:
(1) Muslim, bagi non-muslim tidak sah melakukan i’tikaf.
(2) Berakal, orang yang tidak berakal tidak sah melaksanakan i’tikaf.
(3) Suci dari hadats besar.
Kemudian, yang membatalkan i’tikaf adalah:
(1) Bercampur dengan istri, berdasarkan firman Allah SWT:
وَلَا تُبَٰشِرُوهُنَّ وَأَنتُمۡ عَٰكِفُونَ فِي ٱلۡمَسَٰجِدِۗ تِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَقۡرَبُوهَاۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ ءَايَٰتِهِۦ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَّقُونَ
Artinya: “…Dan janganlah kamu campuri mereka (istrimu) itu, sedang kamu beri’tikaf di masjid, itulah ketuntuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka bertakwa.”(QS. al-Baqarah, 2:187).
(2) (2) Keluar dari masjid tanpa uzur atau halangan yang dibolehkan syariat. Tetapi bila keluar dari masjid karena ada uzur, misalnya buang hajat atau buang air kecil dan yang serupa dengan itu, tidak membatalkan i’tikaf. Diperbolehkan keluar dari masjid, karena mengantarkan keluarga ke rumah, atau untuk mengambil makanan di luar masjid, bila tidak ada yang mengantarkannya. Aisyah r.a. meriwayatkan:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اعْتَكَفَ يُدْنِي إِلَيَّ رَأْسَهُ فَأُرَجِّلُهُ وَكَانَ لَا يَدْخُلُ الْبَيْتَ إِلَّا
لِحَاجَةِ الْإِنْسَانِ
Artinya: Dari Aisyah r.a. menuturkan, “Nabi s.a.w. apabila beri’tikaf, beliau mendekatkan kepalanya kepadaku, lalu aku sisir rambutnya, dan beliau tidak masuk rumah kecuali untuk keperluan hajat manusia (buang air besar atau buang air kecil).” (Hadis Shahih, riwayat al-Bukhari: 1889 dan Muslim: 445).