KabarMakassar.com — Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) Kawal Pemilu Sulsel 2024 menyoroti netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terindikasi secara terang-terangan berpolitik praktis.
Selain itu netralitas penyelenggara KPU maupun Bawaslu juga dipertanyakan sejak tahapan pemilu 2024 mulai secara serentak.
Samsang Syamsir perwakilan OMS sangat menyayangkan soal netralitas selain ASN juga pejabat atau penyelenggara Negara termasuk Kepala Desa dan juga komisioner KPU dan Bawaslu.
“Apalagi sedari awal banyak oknum penyelenggara pemilu sudah menunjukkan sikap yang mencederai proses pemilu ini, sehingga sangat wajar kalau kepercayaan publik berkurang. Menjaga pemilu dari kecurangan adalah tugas kita bersama bukan cuma OMS”ucap Samsang Syamsir yang juga Koordinator Forum Komunikasi Informasi Organisasi Non-Pemerintah Sulsel kepada kabarmakassar.com, Sabtu (27/1).
Adapun pernyataan sikap OMS kawal Pemilu 2024 yang didalamnya gabungan sejumlah ormas. Yakni Fik Ornop Sulsel, LBH Makassar, ACC Sulawesi, YPMP SUlsel, YASMIB Sulawesi, KIPP Sulsel, PerDIK Sulsel, ICJ Makassar, SP-AM, Walhi Sulsel, KPA Sulsel, Lapar Sulsel, AJI Makassar, PBH PERADI Makassar, YPL Sulsel, YBS Palopo, Kontras Sulawesi, KPI Sulsel, Yapta-U, AGRA Sulsel, YMH Sulsel, Wadjo Institute, LRPKM.
Dalam keterangannya, OMS menyatakan bahwa rakyat berharap mereka yang terpilih akan menjalankan roda pemerintahan yang baik untuk mencapai tujuan negara dalam rangka mencerdaskan dan mensejahterakan rakyat.
Dan tentunya menjaga Negara Hukum dan Demokrasi yang menjamin pemenuhan, perlindungan dan penghormatan HAM. Dalam keterangan persnya, Belajar dari Pemilu 2019 sebelumnya, ternyata telah menghasilkan rezim pemerintahan Presiden Jokowi telah mengeluarkan sejumlah kebijakan yang mendegradasi penegakan Hukum, HAM dan Demokrasi.
Advertisement Hal ini dibuktikan dengan Revisi Undang-undang KPK yang pada akhirnya melahirkan kepemimpinan koruptor di KPK.
Kemudian, Pengesahan Undang-undang Minerba yang menjadi corong perampasan lahan dan kerusakan lingkungan, Revisi KUHP, Revisi Undang-undang ITE yang tetap melanggengkan potensi besar kriminalisasi hak kebebasan berpendapat, serta, pengesahan UU Cipta kerja yang cacat secara formil lewat pembentukan Perppu dan berbagai regulasi lainnya yang ditanggapi dengan protes besar-besaran oleh rakyat sejak tahun 2019, adalah bukti bahwa kepentingan rakyat tidak menjadi prioritas.
Di masa-masa tahapan/proses PEMILU 2024 ini, sejumlah pelanggaran dan kecurangan semakin jelas terlihat dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023 yang kemudian menjadi dasar KPU RI meloloskan Gibran Rakabumi, anak sulung Presiden Jokowi sebagai Calon Wakil Presiden, yang oleh banyak kalangan dianggap sebagai upaya Jokowi melanggengkan praktek “Politik Dinasti”.
Hal ini semakin diperparah dengan sikap Presiden Jokowi yang mengeluarkan kebijakan yang pada pokoknya mengatur bahwa pejabat publik yang akan ikut menjadi peserta Pemilu 2024 tidak perlu mengambil cuti, sehingga sejumlah pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang sementara menduduki jabatan publik, seperti Mahfud MD (Calon Wakil Presiden Nomor Urut 3) yang saat ini masih menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Prabowo Subianto (Calon Presiden Nomor Urut 02) menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Gibran Rakabumi (Cawapres Nomor Urut 02) sebagai Walikota Solo.
Dengan masuknya Gibran Rakabumi (anak sulung Presiden Jokowi) sebagai peserta Pemilihan Capres-Cawapres 2024 ini maka Presiden Jokowi sebagai kepala pemerintahan yang berwenang mengangkat dan membawahi Para Menteri dan pimpinan tertinggi aparat penegak hukum (Jaksa Agung dan Kapolri) sehingga diduga keras berpotensi menggunakan kewenangannya untuk melakukan intervensi dalam proses Pemilu 2024 dalam rangka memenangkan Pasangan Nomor Urut 02 (Capres-Cawapres Prabowo – Gibran) lewat kebijakan seperti pengangkatan Pejabat (Pelaksana Tugas) Kepala Daerah Gubernur dan Bupati/Walikota dan pelaksanaan program pemerintah pusat yang sementara jalankan antara lain pemberian Bantuan Sosial (Bansos) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) melalui Dana Desa.
Indikasi intervensi Presiden Jokowi semakin tampak dengan adanya sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pejabat Negara lainnya (termasuk Kepala Desa) yang menyatakan dukungannya dan melakukan kampanye kepada Capres-Cawapres tertentu.
Sejumlah media telah memberitakan dugaan keterlibatan ASN yang mendukung maupun mengkampanyekan secara terbuka Capres-Cawapres tertentu.
Di Sulsel, Sekretaris Daerah (Sekda) kabupaten Takalar dan Penjabat Bupati Enrekang diduga kuat mengkampanyekan pasangan Capres-Cawapres tertentu.
Di Sultra, pejabat Bupati Muna Barat juga menyatakan dukungan untuk calon DPD dan Capres tertentu pada kegiatan perayaan ulang tahun kabupaten.
Pejabat Bupati Sorong membuat nota kesepahaman dalam mengupayakan dukungan kepada Capres-Cawapres tertentu. Padahal berdasarkan peraturan perundang-undangan mewajibkan kepada ASN dan Aparat Negara lainnya untuk bersikap netral dalam Pemilu.
Sementara hasil temuan OMS Sulsel Kawal Pemilu, menemukan sejumlah Kepala Desa di diarahkan oleh oknum pejabat pemerintah kabupaten untuk memenangkan capres-cawapres tertentu.
Parahnya, penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu mulai pada tingkat pusat sampai tingkat daerah tidak menunjukkan sikap tegas dalam merespon temuan-temuan tersebut diatas.
Olehnya itu, Koalisi OMS Sulsel Kawal Pemilu akan intens melakukan pemantauan dan menindaki dugaan keterlibatan ASN dan pejabat negara dalam proses pemilu 2024, demi mewujudkan Pemilu yang menghasilkan pemimpin negara yang bersih, kompeten dan berintegritas.
Setidaknya ada lima poin pernyataan sikap sebagai berikut:
1. Mendesak kepada seluruh ASN dan Aparat Negara lainnya termasuk Kepala Desa dan Lurah untuk tidak terlibat dalam politik praktis dengan melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu pasangan Capres-Cawapres tertentu dan Calon Anggota Legislatif tertentu.
2. Mendesak kepada KPU dan Bawaslu (mulai di tingkat Provinsi sampai tingkat daerah) untuk optimal menggunakan kewenangannya dalam menindaklanjuti temuan-temuan dugaan pelanggaran dan kecurangan dalam proses Pemilu 2024.
3. Koalisi OMS Kawal Pemilu membentuk Tim Hukum dan membuka Posko Pengaduan dalam rangka: a. Menerima aduan, memberikan perlindungan dan pendampingan hukum bagi ASN dan Aparat Negara lainnya yang mendapat intimidasi untuk mendukung pasangan Capres-Cawapres dan Caleg tertentu; b. Menerima aduan, memberikan perlindungan dan pendampingan hukum bagi masyarakat yang menemukan adanya oknum ASN dan Aparat Negara lainnya yang melakukan tindakan yang diduga kuat sebagai bentuk dukungan terhadap Capres-Cawapres dan Caleg tertentu;
4. Koalisi OMS Kawal Pemilu melalui Posko Pengaduan tersebut, menerima laporan/pengaduan dari warga masyarakat, ASN dan Aparat Negara lainnya termasuk Kepala Desa dan Lurah yang mendapatkan segala bentuk intimidasi, untuk kemudian ditindaklanjuti sesuai ketentuan hukum yang berlaku;
5. Mengajak kepada seluruh masyarakat Sulsel untuk bergabung bersama OMS Sulsel Kawal Pemilu 2024 untuk melakukan pemantauan terhadap seluruh tahapan dan proses Pemilu 2024;