KabarMakassar.com — Afrika Selatan belakangan menjadi sorotan dunia karena dengan berani melayangkan gugatan terhadap Israel ke Mahkamah Internasional atau (International Court of Justice/ICJ). Afsel menggugat Israel atas dugaan genosida yang dilakukan di Jalur Gaza, Palestina.
Langkah Afsel mengajukan gugatan ke ICJ ini belum pernah terjadi sebelumnya sehingga membuat masyarakat dunia menduga-duga apa yang mendorong negara itu bertindak demikian.
Selama bertahun-tahun, Afrika Selatan merupakan pendukung garis keras kemerdekaan Palestina. Di berbagai kesempatan, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa menyerukam dukungan atas perjuangan bangsa Palestina dan mengecam Israel atas agresinya di Gaza.
Menurut para analis, untuk memahami dukungan Pretoria terhadap perjuangan Palestina, pertama-tama perlu memahami lebih dulu hubungan antara almarhum eks Presiden Afsel Nelson Mandela dan Kongres Nasional Afrika (ANC) dengan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pimpinan Yasser Arafa.
ANC dan PLO merupakan dua organisasi yang saling mendukung perjuangan satu sama lain. Mandela, sementara itu, pernah menggambarkan Arafat sebagai “kawan seperjuangan” dalam sebuah wawancara televisi di Amerika Serikat pada 1990.
“Ketika kami berada di bawah apartheid, rakyat Palestina menunjukkan solidaritas kepada kami,” kata analis politik Levy Ndou, seperti dikutip Al Jazeera.
“Ingat, kami baru bebas dari apartheid 30 tahun yang lalu, dan kami tahu apa yang terjadi pada kami, dan ketika kami melihat hak asasi manusia disalahgunakan seperti apa yang terjadi oleh Israel, kami harus bertindak,” lanjut dia.
Pada 14 Januari saat ANC ulang tahun ke-12, Ramaphosa kembali menegaskan sikap partai terhadap masalah Palestina.
“ANC selalu berdiri berdampingan dengan rakyat Palestina dalam perjuangan mereka untuk menentukan nasib mereka sendiri karena seperti kami sebelum 1994, mereka juga dihadapkan dengan rezim apartheid yang brutal,” ujar Ramaphosa.
“Eks Presiden Nelson Mandela terkenal menyatakan bahwa kebebasan kita sendiri sebagai Afrika Selatan tidak lengkap tanpa kebebasan Palestina,” lanjut Ramaphosa.
Kemarahan bersama Dalam gugatan setebal 84 halaman, Afsel menuding Israel melanggar kewajibannya berdasarkan Konvensi Jenewa 1948 tentang pencegahan dan hukuman genosida.
“Kami gemetar karena marah ketika kami menyaksikan ketidakadilan terhadap rakyat Palestina,” kata Ramaphosa kepada pendukung partai baru-baru ini.
Menurut Ndou, Afsel dan rakyatnya masih “membawa bekas luka apartheid” dan bahwa mayoritas orang Afrika Selatan percaya rakyat Palestina juga pantas mendapatkan kebebasan.
Sejak agresi dimulai Oktober lalu, semua lapisan masyarakat Afsel menggelar protes dan menekan pemerintah untuk bertindak. Beberapa kelompok aktivis seperti Africa4Palestine juga menuntut tindakan nyata pemerintah, termasuk dengan memutus hubungan diplomatik dengan Israel.
Organisasi nirlaba Gift of the Givers Foundation juga menyatakan pihaknya memiliki ribuan truk, petugas medis, dan relawan yang siaga untuk memasuki Gaza jika koridor kemanusiaan dibuka.
Menurut aktivis anti-apartheid, politikus, dan cendekiawan Allan Boesak, tindakan Afsel di ICJ merupakan hasil dari tekanan terus-menerus rakyat Afrika Selatan terhadap pemerintah.
“Kasus ICJ adalah hal yang hebat, dan terlepas dari kredit kepada pemerintah Afsel, kredit juga harus diberikan kepada rakyat,” kata dia.
“Kami telah berada di jalanan selama berminggu-minggu sebelum Ramaphosa dan pemerintah bahkan berpikir untuk melakukan apa pun,” lanjutnya.
Sukarela atau cari untung? Seorang pejabat Amerika Serikat menyebut gugatan Afrika Selatan ke ICJ sebagai sesuatu yang “tidak pantas, kontraproduktif, dan sama sekali tak berdasar.”
Di dalam negeri, meskipun sebagian besar rakyat mendukung tindakan Ramaphosa, namun niat sebenarnya sang presiden juga dipertanyakan.
Pasalnya, mantan pejuang kemerdekaan dan anggota serikat buruh itu juga merupakan anak didik Mandela yang disebut-sebut menginginkan Ramaphosa sebagai pemimpin Afsel menggantikannya.
Beberapa kritikus pun berpandangan bahwa Ramaphosa mencoba meniru pendekatan yang dilakukan Mandela agar dianggap sebagai negarawan.
Beberapa pengamat juga menilai langkah Afsel di ICJ untuk menutupi kebobrokan pemerintah yang telah dikecam karena penanganan ekonomi yang buruk serta korupsi yang merajalela di sektor publik.
Ramaphosa dinilai cuma bersikap oportunistik atau mencari untung ketimbang altruistik alias benar-benar mendukung Palestina.