KabarMakassar.com — Koordinator Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) wilayah Sulawesi Selatan, Haswandi ikut menanggapi soal dugaan dana kampanye yang diduga berasal dari tambang ilegal.
Menurutnya, dari aspek regulasi, memang masih sulit menghubungkan aspek tindak pidana korupsi dan/atau kejahatan lingkungan hidup dengan aspek kepesertaan peserta Pemilu (Pemilihan Legislatif dan Pilpres).
Mengingat ada keterbatasan waktu, kapasitas personil dan kewenengan dari Bawaslu untuk melakukan pengawasan terhadap sumber dan penggunaan dana kampanye.
Idealnya, kata Haswandi bahwa dalam melakukan Pengawasan Dana Kampanye, Bawaslu tidak bekerja sendiri. Tetapi harus dilakukan oleh sebuah Tim yang didalamnya juga ada dari beberapa unsur, minimal dari unsur PPATK dan KPK.
“Berdasarkan regulasi yang ada saat ini, laporan MAKI tersebut harus terlebih dahulu diproses secara hukum oleh KPK. Termasuk membawanya lebih dahulu ke persidangan Pengadilan Tipikor untuk membuktikan adanya tindak pidana korupsi,”ujar Haswandi kepada kabarmakassar.com, Jumat (29/12).
Sementara dalam proses hukum dimana jika terbukti dalam persidangan bahwa benar terdapat tindak pidana korupsi dan terdapat dana hasil korupsi yang mengalir ke dana kampanye peserta Pemilu.
Haswandi menyebut bahwa berdasarkan putusan pengadilan tipikor tersebut, baru bisa ditindaklanjuti dengan tindak pidana pemilu sesuai ketentuan Pasal 496 dan 497 UU Pemilu. Hal itu mengatur sanksi pidana bagi partai atau orang yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye.
Selain itu, kata dia, memang terdapat konsekuensi terhadap pencalonan Capres & Cawapres, jika ia terbujkti terlibat dalam tindak pidana korupsi tersebut. Namun tentu pembuktiannya butuh proses yang panjang dan memakan waktu yang lama, bisa jadi proses pemilu telah selesai dan proses hukum belum selesai.
“Dengan kata lain regulasi hukum kepemiluan kita belum mampu mencegah terjadinya aliran-aliran dana haram dalam proses pemilu kita,”tegasnya.
Meski demikian, ia juga meminta agar Bawaslu sebagai Pengawas Pemilu tetap harus progresif dalam melakukan pemantauan Dana Kampanye.
“Harus melakukan langkah-langkah konkrit atas laporan MAKI tersebut dan secepatnya berkoordinasi dengan PPATK dan KPK,”jelasnya.
Masih kata dia, bahwa guna memperoleh informasi kejelasan mengenai laporan tersebut untuk kemudian dapat ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya dan tentu menjadi basis data untuk perbaikan sistem pengawasan. Dan tentunya penegakan hukum terhadap dana kampanye yang bersumber dari tindak pidana.
“Kejelasan informasi atas laporan tersebut yang dibuka kepada publik (termasuk yang diberitakan oleh para jurnalis) juga bisa menjadi refrensi bagi publik khususnya pemegang hak pilih dalam menentukan pilihannya,”tandasnya.
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK tengah mempelajari laporan-laporan mengenai adanya dana kampanye Pemilu 2024 yang diduga berasal dari illegal mining atau pertambangan ilegal.
Ketua KPK sementara, Nawawi Pomolango, mengatakan pihaknya melakukan pendalaman terhadap laporan hasil analisis atau LHA Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) maupun dari aduan masyarakat.
Menurut dia, laporan-laporan mengenai dugaan dana kampanye dari tambang ilegal itu terlebih dahulu akan ditelaah oleh Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK.
Hal tersebut, kata Nawawi Pamolango, sebagaimana standar prosedur operasional baku yang berlaku di lembaga antirasuah tersebut.
“Kita telah memiliki prosedur tetap ya, POB yang baku mengenai penanganan baik LHA PPATK maupun pelaporan yang masuk ke kita,” kata Nawawi melalui keterangan resminya pada Selasa (26/12).
“Itu tentunya ada telaah-telaah terlebih dahulu yang akan dilakukan oleh Direktorat PLPM.”katanya.
Wakil Ketua Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi Anggareksa PS menyarankan KPK mengusut dugaan dana pemilu 2024 yang bersumber dari tambang ilegal.
“Saya kira hal itu positif, Kami mendukung upaya tersebut,”ucap Anggareksa kepada kabarmakassar.com.
“Penting bagi peserta pemilu untuk menggunakan sumber dana kampanye yang jelas dan bukan hasil dari tindak pidana,”ujarnya.
Divisi Peneliti ACC Sulawesi, Ali Asrawi Ramadhan menyebut bahwa dugaan dana kampanye yang berasal dari sumber kejahatan, sebenarnya kerap dilaporkan setiap kontestasi pemilu.
Namun hal itu tidak pernah ada perubahan sistem untuk mengunci agar praktek praktek ini tidak terjadi.
Dimana sistem politik kita dalam hal dana kampanye memang selalu menjadi ruang gelap. Disisi lain Bawaslu maupun KPU tidak mempunyai kewenangan yang cukup untuk melakukan pengusutan lebih jauh.
“Makanya penegak hukum seperti kpk, polisi dan jaksa. Dan juga lembaga lain seperti ppatk untuk mengusut dana gelap kampanye yang berasal dari kejahatan ini,”tegas Ali Asrawi Ramadhan.