KabarMakassar.com — Wakil Ketua Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi Anggareksa PS menyarankan KPK mengusut dugaan dana pemilu 2024 yang bersumber dari tambang ilegal.
“Saya kira hal itu positif, Kami mendukung upaya tersebut,”ucap Anggareksa kepada kabarmakassar.com, Kamis (21/12).
“Penting bagi peserta pemilu untuk menggunakan sumber dana kampanye yang jelas dan bukan hasil dari tindak pidana,”ujarnya.
Divisi Peneliti ACC Sulawesi, Ali Asrawi Ramadhan menyebut bahwa dugaan dana kampanye yang berasal dari sumber kejahatan, sebenarnya kerap dilaporkan setiap kontestasi pemilu.
Namun hal itu tidak pernah ada perubahan sistem untuk mengunci agar praktek praktek ini tidak terjadi.
Dimana sistem politik kita dalam hal dana kampanye memang selalu menjadi ruang gelap. Disisi lain Bawaslu maupun KPU tidak mempunyai kewenangan yang cukup untuk melakukan pengusutan lebih jauh.
“Makanya penegak hukum seperti kpk, polisi dan jaksa. Dan juga lembaga lain seperti ppatk untuk mengusut dana gelap kampanye yang berasal dari kejahatan ini,”tegas Ali Asrawi Ramadhan.
Sementara itu, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman melaporkan dugaan dana kampanye Pemilu 2024 yang bersumber dari penambangan ilegal ke KPK pada hari ini, Kamis (21/12).
Boyamin melaporkan hal tersebut bersamaan dengan agenda ‘KPK Mendengar’. MAKI menjadi salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang diundang KPK.
“Salah satu yang jadi tabungan saya hari ini melaporkan dugaan penambangan ilegal yang diduga untuk dana kampanye, sebagiannya, karena pemilik utamanya itu berinisial ATN menjadi salah satu tim kampanye,” ujar Boyamin di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (21/12).
“Saya mohon maaf tidak menyebut kampanye dari pasangan mana, nanti KPK yang menindaklanjuti,” sambungnya.
Menurut Boyamin, dugaan dari penambangan ilegal itu mencapai Rp3,7 triliun. Ia menduga tak ada izin terkait penambangan tersebut. Adapun perusahaan dimaksud beroperasi di Sulawesi Tenggara.
“Modusnya pertama adalah dia tidak punya izin, mengambil dari perusahaan yang sudah pailit bahkan izinnya ditanggalin mundur karena perusahaan yang dipakai untuk menambang itu sudah belakangan.
“Jadi, ini izin 2011, 2014 pailit, tahun 2017 baru berdiri perusahaan. Kedua, itu di hutan tanpa izin dari Kementerian Kehutanan. Tidak membayar iurannya,” tandas Boyamin seperti dikutip di CNNindonesia.com.