kabarbursa.com
kabarbursa.com
News  

Bantah Terlibat Temuan BPK, LPK Sulsel Minta Eks Sekwan DPRD Jeneponto Bertanggungjawab

banner 468x60

KabarSelatan.id – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Sulawesi Selatan menemukan sejumlah item kerugian negara di Sekretariat DPRD Kabupaten Jeneponto.

Temuan tersebut tertuang dalam surat BPK RI Nomor: 36.A/ LHP / XIX. MKS//05//2022 pertanggal 12 Mei 2023.

Pemprov Sulsel

Menanggapi hal itu, Ketua Lembaga Pemberantas Korupsi (LPK) Sulawesi Selatan, Hasan Anwar menyebut bahwa BPK telah menemukan kerugian negara di DPRD Jeneponto dengan jumlah yang cukup fantastis.

"Temuan tersebut menyangkut soal ketekoran kas di bendahara pengeluaran Sekretariat DPRD senilai Rp 247.849.575," ujarnya, Minggu (19/11).

Selain temuan itu, BPK juga telah menemukan kelebihan Perjalanan Dinas luar Daerah senilai Rp 25.075.000,- 

"Kalau perjalanan Dinas, para pelaksana perjalan dinas mengakui adanya bukti-bukti pembayaran biaya penginapan yang tidak sesuai dengan pencatatan pihak hotel," beber Hasan Anwar.

Selebihnya, BPK kembali menemukan kelebihan anggaran pemeliharaan Kendaraan Dinas roda 4 dengan total kerugian negara senilai Rp 66, 006.000,-

"Temuan ini ternyata tidak sesuai dengan Perpres Nomor 33 Tahun 2020, tentang standar harga satuan regional," terangnya.

Dengan adanya temuan ini, maka Kami akan merampungkan semua kegiatan yang merugikan Negara di Sekretariat DPRD di Tahun Anggaran 2022.

Dalam waktu dekat, Kami akan laporkan temuan ini ke Aparat Penegak Hukum (APH),"tegasnya.

Sementara itu, Eks Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Jeneponto, Yusuf Pakkihi berkomentar lucu bahwa, sebelum adanya temuan BPK, Ia terlebih dahulu menemukan kerugian tersebut.

"Kenapa Saya bilang temukan, karena memang laporan keuangan Saya itu tersaldo, tidak sama dengan Pak Asrul dulu (Sekwan lama)," cetusnya kepada kabarselatan.id, Senin (13/11) lalu.

Tak hanya itu, Ia juga membantah bahwa dirinya ikut terlibat dalam persoalan ini. Sebab kata dia, yang harus bertanggungjawab dalam masalah ini adalah bawahannya pada saat itu.

" Yang jadi persoalan juga ada SPJ Rp 270 juta lebih itu tidak mau na akui BPK dengan alasan terlambat. Terus yang harus bertanggung jawab, adalah PPTK  dan Bendahara karena tidak ada SPJnya," tandas Yusuf Pakkihi.

Padahal katanya, kecerobohan tersebut sudah diingatkan sebelumnya tetapi, kondisi ini tak bisa diantisipasi lantaran PPTK sudah membayar SPJ dengan cara doble.