Oleh: Abd. Rasyid (Dosen IAIN Parepare)
KABARBUGIS.ID – Menjelang pemilu tahun 2024, suasana kebatinan masyarakat mengalami kecemasan atas tensi politik yang semakin tinggi. Penyebaran informasi begitu cepat dan kurang terverifikasi, sehingga potensi menimbulkan masalah sosial dari berita dan informasi yang tidak jelas kebenarannya (Hoax), lewat informasi-informasi yang masif persepsi dibangun dan pelan-pelan fakta diciptakan sampai masyarakat mempercayainya. Kondisi semacamilah yang disebut fenomena Post Truth (Pasca kebenaran).
Kehadiran post-truth dalam dunia politik menandai pergeseran paradigma informasi yang krusial. Post-truth, yang secara harfiah berarti setelah kebenaran atau menafikan kebenaran hakiki, menciptakan realitas di mana pandangan subjektif dan emosi lebih berpengaruh daripada fakta obyektif. Fenomena ini menjadi semakin mencolok dalam era politik modern saat ini, di mana pesan-pesan yang memanipulasi persepsi masyarakat seringkali lebih kuat daripada kebenaran empiris.
Istilah post truth yang dipopulerkan oleh Steve Tesich tahun 1992 dalam tulisan berjudul The Government of Lies. Dalam artikel yang dipublis di majalah The Nation tersebut, Tesich menulis bahwa “kita sebagai manusia yang bebas, punya kebebasan menentukan ingin hidup di dunia post truth”.
Post-truth mengacu pada kecenderungan untuk mempengaruhi opini publik melalui emosi, keyakinan, dan narasi yang melebihi pentingnya fakta objektif. Ini bukan hanya penolakan terhadap kebenaran, tetapi seringkali pembentukan opini berdasarkan persepsi dan interpretasi yang dapat diarahkan. Sederhananya adalah era post truth dimana kebohongan dapat menyamar menjadi kebenaran, seperti yang disampaikan Menteri Propaganda Nazi Joseph Goebbels “kebohongan yang berulang-ulang akan menjadi kebenaran”.
Pada era ini media sosial sangat berperan penting dalam penyebaran post-truth. Platform-platform ini menjadi ladang subur di mana informasi, bahkan yang tidak terverifikasi, dapat menyebar dengan cepat dan luas. Algoritma yang disesuaikan secara personal memperkuat efek gelembung informasi, memperdalam divisi opini dan menguatkan narasi yang sesuai dengan pandangan yang sudah ada.
Dampak sosial yang ditimbulkan oleh post truth:
1.Pembelahan Masyarakat
Suasana sosial politik yang dipenuhi dengan post-truth menciptakan garis pemisah yang tajam di antara masyarakat. Divergensi pendapat yang semakin membesar menjadi salah satu dampak utama, di mana orang-orang cenderung mengidentifikasi diri mereka dengan pandangan politik tertentu.
Kelompok-kelompok ini saling berhadapan, mengakibatkan terpecahnya solidaritas sosial dan terbentuknya polarisasi yang sulit diatasi sampai menimbulkan politik identitas.
2.Kekacauan Informasi
Dalam era post-truth, kekacauan informasi menjadi norma. Masyarakat dihadapkan pada tugas yang semakin sulit untuk membedakan antara fakta dan opini, antara berita yang diverifikasi dan hoax. Kekacauan ini dapat menciptakan ketidakpastian, kecemasan, dan bahkan apatis terhadap proses politik.
Masyarakat mungkin menjadi kelelahan karena usaha yang dibutuhkan untuk memilah informasi yang benar. Seperti yang disajikan saat ini dimana para kandidat dan kontestan pemilu mulai saling tuding dan klaim keunggulan bahkan sudah diprediksi kemenangannya dengan didukung oleh hasil survey yang secara konsisten ditampilkan di media massa secara sistematis, seakan-akan pemenangnya sudah diketahui tinggal menunggu dirasionalkan dan dilegalkan.
3. Penurunan Kepercayaan Terhadap Institusi
Ketidakpastian terkait informasi yang disajikan dalam konteks post-truth mengakibatkan penurunan drastis kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga dan institusi. Walaupun lembaga-lembaga tersebut seharusnya menjadi penjaga kebenaran, namun karna tingginya kepentingan kelompok tertentu dan adanya manipulasi informasi membuat masyarakat meragukan integritas mereka. Hal ini menciptakan lingkungan di mana keputusan politik dan kebijakan publik dianggap lebih sebagai alat manipulasi daripada upaya bersama untuk kesejahteraan.
4. Krisis Moral Kepemimpinan
Dalam konteks post-truth, etika kepemimpinan seringkali terpinggirkan oleh kepentingan politik. Para pemimpin mungkin lebih fokus pada narasi yang dapat memperkuat basis dukungan mereka daripada pada kebenaran objektif. Ini tidak hanya merusak integritas institusi, tetapi juga menciptakan krisis moral dalam kepemimpinan yang dapat menggerus fondasi nilai-nilai sosial.
5. Perubahan Budaya Diskusi
Post-truth dapat mengubah budaya diskusi di masyarakat. Diskusi yang seharusnya didasarkan pada pemahaman bersama dan dialog konstruktif seringkali tergantikan oleh konfrontasi retorika yang emosional. Masyarakat mungkin menjadi lebih sulit menerima pandangan yang berbeda, memperkuat dinding antar kelompok dan merugikan kerja sama sosial.
Dalam keseharian, dampak sosial dari fenomena post truth membentuk lanskap sosial-politik yang kompleks. Masyarakat harus memahami bahwa memerangi post truth bukan hanya tanggung jawab lembaga-lembaga, tetapi juga tugas setiap individu untuk membangun kembali fondasi kebenaran dan integritas dalam wacana publik.
6. Dampak Terhadap Kepercayaan Publik
Salah satu dampak yang paling signifikan dari fenomena post truth adalah penurunan kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga dan proses politik. Ketika masyarakat kehilangan kepercayaan pada fakta dan informasi objektif, demokrasi menjadi rentan terhadap manipulasi, dan proses pengambilan keputusan yang berbasis pada kepentingan bersama menjadi sulit diwujudkan.
Untuk mengatasi fenomena post truth, literasi informasi menjadi kunci. Pendidikan masyarakat mengenai kritisisme terhadap sumber informasi, pengembangan kemampuan analisis fakta, dan pemahaman akan retorika politik sangat penting. Pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat sipil perlu bekerja sama untuk meningkatkan kesadaran ini.
Fenomena post-truth bukan hanya tantangan bagi kebenaran objektif, tetapi juga ancaman serius terhadap timbulnya fenomena penolakan dunia sains dan tergerusnya stabilitas politik dan kepercayaan masyarakat. Pemerhati sosial politik perlu terus mengkaji dan menggali akar masalah ini untuk mengembangkan strategi yang efektif dalam menghadapi tantangan ini. Hanya dengan memahami fenomena post truth secara mendalam, kita dapat membangun masyarakat yang mampu menghadapi kompleksitas politik dengan bijak dan kritis.