KabarMakassar.com — Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah menetapkan pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) sebagai peserta Pemilu tahun 2024.
Lalu apa jadinya jika capres-cawapres ini mengundurkan diri? Ketua KPU menjawab bahwasanya capres-cawapres yang mengundurkan diri akan terkena sanksi pidana berupa denda dan kurungan penjara.
"(Bisa terancam) Pidana dengan penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp50 miliar," ungkap Idham Holik kepada wartawan, Jumat (10/11) lalu.
UU perihal pengunduran diri capres-cawapres Pernyataan Idham mengenai pengunduran diri dari capres dan cawapres peserta pemilu dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, tentang sanksi pudan.
“Setiap calon presiden atau wakil presiden yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah penetapan calon presiden dan wakil presiden sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran pertama, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah),” demikian bunyi Pasal 552 ayat (1) UU Pemilu.
Ketentuan parpol dan koalisi parpol Pada Pasal yang sama juga mengatur mengenai larangan partai politik (parpol) atau koalisi parpol yang menarik dukungan terhadap pasangan capres-cawapres yang telah ditetapkan KPU.
Tidak hanya itu, pasal ini juga memuat aturan mengenai, pimpinan parpol atau koalisi parpol yang menarik dukungan terhadap capres atau cawapres sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara pertama diancam pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp50 miliar.
Selain itu capres dan cawapres yang lanjut pada pemilu putaran kedua juga dilarang mengundurkan diri. Jika aturan itu dilanggar, maka ancamannya adalah pidana penjara 6 tahun dan denda sampai Rp100 miliar.
"Setiap calon presiden atau wakil presiden yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah pemungutan suara putaran pertama sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran kedua, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah),” bunyi Pasal 553 ayat (1) UU Pemilu.
“Pimpinan partai politik atau gabungan pimpinan partai politik yang dengan sengaja menarik calonnya dan/atau pasangan calon yang telah ditetapkan oleh KPU sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran kedua, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000 (seratus miliar rupiah),” lanjut Pasal 553 ayat (2).